Translate

Selasa, 10 Desember 2013

Back to the 90'an Part I

Tentang apa yang kita tonton dan dengarkan adalah keren!!

Saya bangga karena tumbuh kembang di era 90'an. Era dimana segala perubahan sedang terjadi dan era yang dipenuhi oleh kebahagiaan sederhana dengan segala perbedaan yang ada. Iya loh .. kalau dipikir-pikir era itu menjadi era emas [bagi saya]. Masa SD hingga SMA saya dihabiskan di era itu, yang artinya saya menikmati segala imajinasi tanpa cengkeraman teknologi. Generasi yang bangga ketika kamarnya dipenuhi pin-up idola. 

Idola adalah segalanya
Kalian yang satu generasi dengan saya pasti tahu dong idola-idola yang bakalan saya sebut. Salah satu majalah remaja yang menjadi favorit saya waktu itu [dan masih ada sampai sekarang dengan segala perubahannya] adalah majalah kaWanku. Majalah ini rajin membagi-bagi pin-up yang ada garis putus-putus di pinggir dengan gambar gunting di ujungnya. Ada Devon Sawa, Jonathan Brandis, GreenDay, Nirvana, Oasis, Blur, Metallica, NSYNC, BackstreetBoys, NKOTB.  Nah yang lokal ada Kla, Slank, Gigi, Anggun, Dewa 19, Jamrud, dan Atiek CB [idola saya waktu SD].
Jika remaja sekarang bangga memfollow twitter atau meng-like Facebook idola, maka saya dulu bangga memajang pin-up dan poster mereka. Dan ketika ada kawan berujar "Waow kamarmu keren tha," itu adalah pengakuan bahwa kita paling grunge. Keberadaan binder dengan segala stikernya juga menjadi ajang eksistensi saya. Bangga dong binder kita menjadi tontonan dan membuat kawan terpukau. Jika remaja sekarang bisa men-twit idola mereka, saya dulu cukup memandangi stiker dan potongan majalah yang ditempel di binder saat bosan dengan pelajaran. Berasa ditemani oleh sang idola.
Saya punya CD Blur waktu itu yang dibeli di ngejaman Malioboro. Hasilnya saya berusaha merekam lagu-lagu Blur ke dalam kaset agar bisa saya nikmati saat studytour. Boro-boro Mp3, player CD portabel kala itu menjadi barang langka yang hanya dimiliki oleh anak-anak kaya. Yang jelas, idola-idola era 90'a bagi saya lebih beragam jenisnya ketimbang sekarang yang didominasi boyband-girlband dan grub band yang mengharu biru.  Aaaaahhhh Koreaaa lagiii ..

Generasi dimana MTV adalah keren 
Tahu kan channel TV ini? Dengan host Sarah Sechan dan Jamie Aditya. Ini adalah tontonan wajib jika ingin dibilang keren, kala itu. Apalagi Jamie Aditya menjadi host yang bikin saya enggak pernah meleng dari TV. Dulu channel ini masih tayang di televisi nasional. Sekarang, kita harus menggunakan jasa TV kabel untuk menontonnya dengan biaya yang tak murah. Dengan hilangnya program-program MTV di stasiun TV nasional, hilang sudah update lagu-lagu baru. Yang muncul di TV nasional sekarang hanyalah acara-acara musik yang lebih banyak mbanyolnya daripada musiknya dan dibumbui dengan tarian cuci-cuci baju dengan musik yang itu-itu saja.

Antara MacGyver, Knight Rider, dan Baywatch
Serial MacGyver menjadi serial yang jangan sampai terlewatkan karena keesokan harinya pasti akan menjadi perbincangan seru di sekolah. Jika ada teman atau kita yang bisa perbaikin barang dalam sekejab, pasti ada yang nyeletuk "Wuiihh .. MacGyver nih yee,". Hal yang sama juga terjadi pada Knight Rider dan Baywatch. Khayalan memiliki mobil yang bisa diajak bicara dan menjadi penjaga pantai pasti mengiringi menjelang tidur. [Ngayal kapan parangtritis bisa punya penjaga pantai seperti itu lengkap dengan pondokannya]. 
Yang paling fenomenal adalah serial lokal Unyil. Serial ini yang membuat saya mengharu biru dan gembira saat SD. Serial yang memberi saya contoh bahwa perbedaan itu adalah indah. Ada Pak Raden yang galak tapi sebenarnya baik hati. Ada yang lebaran juga natalan. Ada Melani dan Bu Bariyah. Ada juga penjahatnya yang selalu pakai baju garis garis. Bahkan orang gila pun diberi tempat di serial dengan nyanyian khususnya "Dimana anakku .. oh dimana istriku,". Jangan lupa Unyil punya band yang dinamakan Band Dekil yang populer dengan lagu bermuatan visi pemerintah berjudul "Aku Anak Sehat". Semua suku dan perbedaan agama dituangkan di serial itu. Kalaupun ada konflik, pasti ada penyelesaian dengan baik dan benar.  Sayangnya Unyil jaman sekarang hanya menjadi presenter. Kasihan ya, dari jaman 80'an sampai sekarang masih SD. 
Bandingkan saja dengan acara televisi jaman sekarang yang hanya mengejar rating dengan biaya murah. Sinetron yang hanya ada balas dendam antara anak tiri dan ibu barunya, reality show setingan, infotainment yang tayangin artis yang enggak malu buka aibnya karena sudah dihamili, program acara dengan gerombolan host dan permainan enggak penting [kejar tayang lagiii], berita televisi yang kadang-kadang enggak netral karena pemiliknya mau jadi nomor satu di negeri ini. Ahh .. masih banyak lagi. Dan fenomena goyang-goyang dengan banyak nama itu sudah berlebihan.

Generasi penyanyi cilik merajalela
Kala itu program acara Tralala Trilili menjadi trend di kalangan remaja-remaja cilik. Dipandu oleh Indra Bekti dan Agnes Monika, program ini menjadi unggulan karena menampilkan penyanyi-penyanyi cilik. Saya dan sepupu-sepupu mendapatkan hak kami untuk menikmati hiburan yang sesuai dengan umur kami kala itu. Enggak seperti anak-anak kecil sekarang yang sudah hapal lagu Noah. Trio Kwek-kwek, Cikita Meidi, Joshua, Bondan Prakoso, Ria Enes dan Susan, DLL menjadi hiburan di kala sore sehabis mandi. Ucap terima kasih kepada Papa T. Bob yang sudah mengarang lagu anak-anak dengan kreatif.


Pada akhirnya saya melihat era 90'an sebagai era yang berwarna. Dan era sekarang adalah era kemunduran. Tidak ada generasi penyanyi cilik yang sesuai umurnya. Tidak ada program televisi yang membina kecerdasan karena isinya hanya banyolan tak bermutu. Ahh saya jadi kangen dengan program Mbangun Ndeso'nya TVRI. Juga kangen dengan lawakan versi Srimulat era 90'an yang sederhana tapi menjadi tontonan lumayan karena sangat tertolong oleh karakter pemainnya yang sudah matang di dunia panggung. Tapi yang sering saya putar ulang adalah Warkop yang menyuguhkan komedi slapstik segar di televisi. Lalu apa yang harus dilakukan? Ya matikan TV saja. Kumpulkan memori-memori tahun 90'an seperti saya yang mengkoleksi DVD'nya warkop dan menontonnya bersama suami. Paling banter pasang TV kabel untuk nonton program bermutu seperti animal planet atau national geografi. Atau koleksi album lagu untuk didengarkan sambil baca komik. Jadi beruntunglah anda yang hidup di jaman itu. 


Salam Generasi 90'an

Atha Ajo       




   

     

Senin, 09 Desember 2013

Tipe-tipe pengendara sepeda motor

Hari demi hari intensitas saya untuk marah-marah semakin tak terkontrol. Emosi yang paling menjengkelkan ini dimulai ketika saya keluar dari rumah. Nah semakin memuncak itu ketika saya berada di jalan raya [Enggak makan daging tapi tetep hipertensi]. Kesel saya jika ada pengendara motor yang bat-bit-but-bet-bot memacu motornya. Jadi di postingan ini saya akan meruntut tipe-tipe pengendara motor dari yang ngeselin sampai yang bikin gregetan. Emang iya saya nggak ada kerjaan saat pulang kampung. hasilnya adalah saya sukses mengamati tingkah laku pengendara motor. Pengamatan ini sudah dilakukan dengan profesional melalui observasi lapangan langsung. 

1. Kebelet BAB. Tipe pengendara ini biasanya memacu kendaraannya hingga angka 70 Km/jam di jalan kampung. Jalannya zig-zag. Apa saja dilakukan demi menyeruak kemacetan. Eh emangnya ini jalanan punya nenek loe, namanya aja macet, mau diklakson sampe accunya tekor juga nggak bakalan bisa jalan. Jika sedang terhenti di lampu merah, pengendara ini akan terpicu adrenalinnya. Cita-citanya jadi pembalap akan disalurkan tatkala lampu berubah hijau. Apalagi di tiap perempatan ada timernya, jadi tipe ini berasa Valentino Rossi. Detik'an ini juga akan mendorong mereka untuk semakin memacu kendaraan saat lampu hijau akan berubah merah. 

2. Gadget sejati. Mungkin karena nggak mampu beli earphone atau ponselnya yang cuma bisa nerima telpon atau SMS, biasanya pengendara motor tipe ini suka menyelipkan ponselnya diantara helm dan kuping sembari berkendara. "Iya Mah .. Papah sedang di jalan mau pulang .. blablabla," kata seorang bapak yang saya kira agak-agak kurang satu ons karena ngomong sendiri. Anak muda juga ada yang model beginian. Tapi yang diselipkan diantara helm dan kuping adalah Android Phablet yang tau sendiri kan segedhe gaban. 

3. Gadget sejati part II. Saya paling sebal dengan tipe pengendara yang beginian. Kayak dunia bakalan hancur lebur kalau nggak bales SMS. Mungkin pengendara tipe ini belum berasa afdoll jika belum SMS saat berkendara. Ciri-cirinya, kepala suka tingak-tinguk, kadang-kadang fokus cuma di hape doang dan memacu kendaraan 20 Km/jam tanpa arah, posisi kendaraan nanggung enggak di tengah juga enggak dipinggir. Nah bagi pengendara yang sudah mahir bahkan bisa SMS tanpa melihat hape.

4. Dunia hanya milik kita berdua Mas. Nah tipe pengendara yang ini biasanya baru saja jadian. Biasanya kendaraan dipacu pelan-pelan biar lama sampai tujuan. Enggak perduli pelan-pelannya mau ditengah atau dipinggir, selama boncengan milik berdua, jalanan terasa sepi. Mungkin kalau perlu pengendara ini bakalan datangi titik-titik kemacetan biar makin lama boncengannya.

5. Kalem. Pengendara tipe ini biasanya Ibu-ibu yang mungkin belum paham untuk berbagi ruang di jalan raya dengan pengendara lain. Memang enggak semua, tapi saya sering ketemu yang beginian di jalan raya. Iya saya tahu bu kalau kondisi jalan raya sedang sepi, tapi kan bukan berarti harus berkendara di tengah jalan dengan kecepatan 30 Km/jam kan bu. Ada baiknya kalau di klakson itu minggir, jangan keukeuh tetep di tengah jalan. Saya kan naik mobil bu, masak iya harus trobos trotoar. 

6. Tukang ngalamun. Sebenarnya saya prihatin dengan tipe pengendara yang ini. Karena kadang-kadang suka nempel di bodi mobil saya. Yang tadinya jarak kendaraan kami dua meteran, lama-lama si pengendara ini makin mepet dan jaraknya tinggal kurang dari sejengkal. Baru sadar dari lamunan setelah saya klakson dan menjaga jarak lagi. Duh mas, kalau lagi susah mending di rumah aja. Kasihan loh motor mahalnya kalau nyium mobil saya. Tetanus looooooohhhhh ... 

7. Gerombolan si berat. Biasanya tipe ini suka nge-gerombol jika sedang berkendara. Mungkin ngobrol sambil nongkrong sudah nggak trend lagi, jadi mereka milih ngobrol sambil berkendara. Enggak arisan sekalian mas????

8. Hati-hati tapi apes juga. Nah tipe ini memilih untuk fokus berkendara. Tapi sayangnya, meskipun sudah hati-hati dan mentaati semua rambu-rambu di jalan, nasibnya masih tetep apes karena ulah pengendara lain yang ugal-ugalan. 

Nah hal yang sama sebetulnya juga terjadi pada pengendara mobil yang kian kemari kian jauh dari norma berkendara. Kenapa? Karena pengendara motor yang beralih status menjadi pengendara mobil belum sanggup meninggalkan "karakternya" sebagai pengendara motor. Ya iyalah beda karakter, kalau motor bodinya kecil, kalo mobil bodinya gedhe. Kamu nggak bisa mengendarai mobil ala motor.

9. Parkir disorder. Ini nih yang paling dibenci. Penyakit parkir yang enggak ilang-ilang, bikin yang lain kagak kebagian parkir. Saya sering batal ke pusat perbelanjaan karena nggak ada tempat parkir. Paling sakit hati jika ada mobil mini yang parkir ngangkang'in marka parkir. Jadi spot parkir yang harusnya untuk tiga mobil, cuma diisi dua mobil gegara si mobil "mainan" ini rakus. Penyakit nggak mau jalan jauh karena parkir kejauhan juga pernah saya alami. Tamu dari tetangga saya yang bikin hajatan memarkir mobilnya yang bisa parkir sendiri persis di depan gerbang. Nggak takut tuh pak kalau kena karat mobil saya??



Intinya adalah jalan raya sudah menjadi salah satu momok dan penyebab hipertensi. Kadang-kadang menjadi pengendara yang baik dan benar belum tentu menyelamatkan jiwa. Tapi setidaknya sudah usaha betul jadi pengendara yang memahami etika berkendara dan berparkir. 


Salam buat yang suka ngangka'in marka parkir

Atha Ajo  

            

 

Sabtu, 07 Desember 2013

Menulis itu ...

"Menertawakan tulisan kita saat awal-awal menulis dulu kala juga merupakan sebuah proses"


Nah setelah sekian bulan tidak mengisi blog ini, akhirnya saya mengisinya lagi. Ada banyak catatan sebenarnya yang ingin saya tumpah ruahkan di blog ini. Duileeeee .. minuman kalee tumpah. Maksud hati ingin update blog saat saya "cuti" di Jogja selama sebulan. Iya cuti sebulan mbabu. Cuma sayangnya di Jogja banyak kegiatan antar jemput kesana kemari yang bikin saya kecapekan akut. Udah nggak bisa buat mikir. Ditambah noh orang-orangnya yang sekarang punya tagline "Lebih Nyaman Naik Kendaraan Pribadi daripada Angkutan Umum". Bikin macet .. dimana-mana bertebaran mobil murah. Jadi bawaannya pengen meluk bantal sama guling dan mengepak-ngepakkan tangan di kasur yang dingin diiringi derai hujan.  

Di akhir masa cuti, suami ternyata menyusul ke Jogja. Katanya kepengen senang-senang dan foya-foya. Saya sambut dengan gembira pula. Kebetulan teman suami saya asal Nunukan Kalimantan Timur yang masih muda belia menuntut ilmu di Jogja. Brondong, putih dan ganteng ... waahh saya takjub. Kami ngangkring sejenak bersama dikbro ganteng itu. Usut punya usut, si dikbro kepengen jadi penulis. Dia sempat mengungkapkan bahwa menulis itu syulit. Sulit menuangkan pemikiran dalam tulisan.  Sulit memulai darimana .. sulit .. sulit .. sulit.

Bagi saya, menulis itu gampang-gampang susah. Bisa gampang, bisa susah. Tapi jika kamu sedang memulai pengalaman menulismu, jangan pernah berpikir bahwa menulis itu sulit karena kamu pasti tidak akan pernah memulai menulis. Enggak usah muluk-muluk menulis ala Plato atau Sokrates. Juga nggak perlu memikirkan teknik menulis yang mendayu-dayu dulu. Saya sendiri sampai sekarang masih bingung dengan apa itu sastra. 

Sastra merupakan kata serapan dari bahasa Sanskerta śāstra, yang berarti "teks yang mengandung instruksi" atau "pedoman", dari kata dasar śās- yang berarti "instruksi" atau "ajaran". Dalam bahasa Indonesia kata ini biasa digunakan untuk merujuk kepada "kesusastraan" atau sebuah jenis tulisan yang memiliki arti atau keindahan tertentu. Yang agak bias adalah pemakaian istilah sastra dan sastrawi. Segmentasi sastra lebih mengacu sesuai defenisinya sebagai sekedar teks. Sedang sastrawi lebih mengarah pada sastra yang kental nuansa puitis atau abstraknya. Istilah sastrawan adalah salah satu contohnya, diartikan sebagai orang yang menggeluti sastrawi, bukan sastra. Selain itu dalam arti kesusastraan, sastra bisa dibagi menjadi sastra tertulis atau sastra lisan (sastra oral). Di sini sastra tidak banyak berhubungan dengan tulisan, tetapi dengan bahasa yang dijadikan wahana untuk mengekspresikan pengalaman atau pemikiran tertentu. [Wikipedia]

Kalau menurut Robert Scholes, sastra itu sebuah kata bukan sebuah benda. Kalau saya yang penting nulis, merangkai kata yang menurut saya klop. "Nah merangkai kata yang bisa klop itu yang susah," kata seorang kawan. Langsung saja saya sambar "Tapi kamu lulus SMA kan?". Masak iya jaman SMA nggak dikasih pelajaran mengarang indah. Sejelek-jeleknya karanganmu di mata guru, toh itu tulisanmu. Kalau perlu tertawakan sendiri tulisanmu. Masalah sempurna atau tidak, bagi saya itu relatif. Banyak kok tulisan-tulisan yang dianggap tidak sempurna oleh sebagian orang tapi ternyata justru menarik perhatian orang lain. 

Apa saja bisa menjadi tulisan. Kalau kata pemred saya dulu yang sudah almarhum, kentutpun bisa menjadi tulisan. Ketik saja apa yang ada di dalam otakmu. Kalau enggak punya laptop ya pakai notes. Kalau enggak punya media penyalur, ya pakai saja Facebook atau Blog. Nah jangan pandang sebelah mata sebuah diary karena itu juga menjadi media penyaluranmu. Gampangnya menulis status di Facebook juga bisa menjadi cikal bakalmu untuk menulis.

Jika otakmu sedang memikirkan "Aku cinta dia", ya tulis saja Aku Cinta Dia. Atau jika kamu sedang ingin menulis cerita dan di otakmu hanya terlintas "Itu adalah Ayahku", ya tulis saja demikian. Atau jika ingin versi yang lebih panjang agar syarat jumlah kata terpenuhi, tulis saja Lelaki yang berdiri di tikungan mengenakan jaket coklat dan membawa sekuntum mawar merah dengan muka merengut itu adalah Ayahku. 

Jadi menulislah dengan mudah. Jangan membebani otakmu dengan tulisan-tulisan ala Paulo Coelho. Cukup jadikan itu inspirasimu. Jangan pula berpikir bahwa membuat tulisan itu harus mendayu-dayu. Atau merangkai dengan kata-kata asing yang njlimet yang kamu sendiri malah enggak ngerti arti sebenarnya. Bisa-bisa kamu justru terjerumus dalam bahasa Vickynisasi. Maksud hati kepengen nulis keren, tapi malah salah pengertian. Ini adalah proses kok. Ketika kamu menertawakan tulisanmu sendiri, maka kamu pasti akan tergerak untuk memperbaikinya. Ujung-ujungnya kamu bisa menemukan gaya menulismu sendiri. Enjoy saja .. nah nggak perlu niru gayanya Paulo Coelho kan!!!


Salam,
Diantara dua baris sinyal

Atha Ajo 


    

Sabtu, 19 Oktober 2013

Kampung Halamanku Hilang Part I

"Ketika kampung halaman berubah menjadi penuh keglamoran, maka rasa kangen itu perlahan sirna"
 
Ini menjadi kali keempat saya pulang ke tanah kelahiran Yogyakarta di tahun 2013. Seharusnya saya gembira ketika ada kabar bahwa saya harus pulang ke Jogja. Tapi nyatanya kok enggak. Bagi saya yang merantau jauh di pulau seberang, pulang kampung itu akan menjadi ideal jika dilakukan maksimal dua kali setahun. Tapi karena saya tidak diperbolehkan "sendirian" di tanah perantauan selama sebulan sementara sang suami tugas di luar, maka saya dipaksa untuk pulang lagi. Ya wess antara senang dan galau.

Ada banyak yang membuat saya galau. Dan semakin gelisah ketika kembali ke kota yang telah membesarkan saya ini. Aduuuhhhhh ... dulu enggak kayak gini loh kotanya. Itu salah satunya. Saya sudah tidak merasa nyaman lagi untuk berlalu lalang di kota yang istimewa ini. Ah apa iya masih istimewa? Yakin?  Embooohhh ...

Zaman dahulu kala, enggak kala kala banget, saya masih mendapati jalan malioboro mulai menghijau meski dilanda macet. Setidaknya perubahan kecil pada pot-pot tanaman dan lampu taman di pinggir jalan itu mampu memanjakan mata di tengah riuh knalpot dan polusi. Tapi saya kaget tatkala pot-pot beserta tanaman dan lampunya hilang. Rata. Sepet.

Kali ini saya dijemput rombongan saat tiba di bandara. Untungnya jalanan enggak macet parah. Mungkin karena hujan. Ada banyak gedung-gedung asing yang sama lewati selama perjalanan pulang kerumah. Lalu beberapa bangunan berubah fungsi. Ada beberapa hotel baru. Perkembangan cafe dan tempat tongkrongan pun begitu masiv. 

Parahnya semakin banyak pengendara yang mencoba menjadi Rossi. Emangnya ini jalanan sirkuit milik nenek loo?? Lampu traffic light sudah berubah menjadi traffic sirkuit. Sekalinya ijo, beberapa pengendara langsung tancap gas poll ngepot, cepet-cepetan siapa yang nyampe duluan ke traffic light berikutnya.  Belum lagi kalau macet. Jakarta wannabe kayaknya. Banyaknya pengendara (mobil dan motor) tidak diimbangi dengan lebar jalan yang sempit.

Lalu saya mendapat kabar dari keluarga saya. Mereka mewanti-wanti saya untuk berhati-hati ketika berada di jalanan pada malam hari sendirian. "Jangan keluar malam ya, Jogja sekarang sudah berubah, enggak kayak dulu. Makin banyak yang nekat di jalanan kalau malam," kata Mamah saya. Mereka lantas bercerita jika beberapa waktu lalu ada orang yang berusaha memalak sepupu saya di depan rumah. Iya di depan rumah. Tapi untungnya upaya itu gagal.

Saya gelisah dan sedih. Apa iya kota yang mengajarkan saya tentang "unggah-ungguh" ini sudah sebegitu berubah. Semoga belum benar-benar hilang. Semoga cuma ketlingsut. 



Salam Jogja Istimewa, 
Dibawah naungan lampu teplok dan secangkir teh nasgitel  

  

 

 

Minggu, 13 Oktober 2013

Sekali Elus, Wajahmu Hilang Separuh

Saya selalu gemas jika melihat beruang sedang leyeh-leyeh atau berjalan. Area pantatnya bergoyang bak peragawati. Salah satu jenis beruang yang saya gandrungi adalah panda. Dengan mata hitamnya yang memancarkan keluguan, saya selalu ingin mengelusnya. 

Di tempat saya tinggal, Balikpapan Kalimantan Timur, ada satu konservasi untuk untuk "penyembuhan mental" beruang. Yang jelas bukan panda atau beruang grizli yang dikonservasi disini, melainkan beruang madu. Binatang ini merupakan yang terkecil di dalam keluarga beruang. Warna bulunya hitam legam. Sementara area dadanya yang membentuk huruf V berwarna coklat terang. 

Kenapa beruang madu perlu dikonservasi? Karena ada banyak sekali kasus yang tidak berperikebinatangan terjadi pada binatang imut-imut ini. Banyak orang-orang (tentunya yang punya duit) memaksa beruang madu untuk menjadi hewan peliharaan. Tau sendiri kan jika beruang itu membutuhkan area seluas beberapa hektar sebagai area jelajah dirinya dan keluarganya namun tiba-tiba dikurung di kandang sempit ukuran 2x2 cm. 

Enggak sampai disitu saja penderitaan beruang-beruang peliharaan ini. Entah dengan tujuan apa, si pemelihara secara sengaja mencabut kuku-kuku beruang madu peliharaannya. Bahkan gigi taringnya ikut ditumpulkan. Ah biadap. Nah berangkat dari penderitaan ini, maka dibuatlah enklosure untuk memulihkan trauma beberapa beruang madu yang mengalami siksaan fisik dan batin. Duuhh .. enggak mikir tuh si manusia-manusia serakah.


Area melihat beruang madu. Si embak berbaju biru sedang menerangkan apa yang harus dilakukan oleh pengunjung saat melihat beruang madu.



Kalau enggak salah enklosure ini memiliki luas 13 hektar. Ada lima (nanti saya pastikan lagi berapa jumlah pastinya yaa) beruang madu yang dipulihkan mentalnya disini. Dan ada satu beruang madu yang masih dikarantina karena trauma psikis akibat disiksa pemiliknya. Yang jelas, beruang-beruang ini sudah tidak bisa dilepaskan lagi di alam liar. Insting mereka sebagai binatang liar sudah tumpul. Kasihan ya ...

Enklosure inipun lalu menjadi wisata pendidikan. Saking jatuh cintanya dengan beruang madu, saya selalu kembali ke enklosure ini bersama suami saya melihat beruang-beruang lucu dan imut. Rasanya ingin memeluk si item manis itu. Tapi meskipun bodinya mungil, sekali dielus sama si beruang bisa bikin wajahmu hilang separuh. Jangan salah, beruang madu aslinya memiliki "cakar" yang panjang yang mampu mengoyak daging.


Yoooooo panjang siapaaa lidahnya ....

Salah satu sudut di rumah edukasi. Karena lumayan gedhe, maka saya, mamah dan kakak istirahat di bangku yang disediakan.

Pengetahuan yang disajikan di rumah edukasi ini sangat informatif.

Disini anak-anak akan bertambah wawasannya tentang beruang madu. Cihuiiiii ... senang liat mereka penasaran. Ketimbang cuma gadgetan terus.



Jarak tempuh dari pusat kota Balikpapan ke enklosure ini sekitar 45 menit. Gampang kok nyari tempat ini karena lokasinya berada di jalur menuju Samarinda di Km 28. Lalu ada plang dan patung beruang madu dengan tulisan wisata enklosure beruang madu. Oh iyaa .. jika kemarin untuk melihat bagaimana tingkah laku si item manis, maka datanglah tepat saat jam makan tiba yakni pukul 09.00 pagi atau pukul 15.00 sore. Pada jam-jam ini, kita bisa menyaksikan si beruang madu asyik mencari makanan yang disebar oleh petugas. 

Tapi enggak sembarang kita bisa melihat beruang madu. Mengingat tempat ini adalah enklosure, maka ada beberapa peraturan yang harus dipatuhi agar si beruang madu tidak merasa terancam oleh kedatangan kita. Pertama, kita tidak boleh berisik. Tau sendiri kan masyarakat kita sering heboh sendiri jika melihat sesuatu yang unik. Kedua, tidak boleh merokok saat sedang berkeliling melihat aktivitas beruang madu. Ketiga, tidak boleh kasih makan si beruang madu. Keempat, tidak boleh membawa makanan dan minuman. Jadi nikmati saja polah tingkah beruang madu. 

Nah tempat kita melihat pun dirancang sedemikian rupa agar si beruang madu tidak merasa terancam oleh kehadiran manusia. Yang jelas area beruang madu dibatasi oleh pagar kawat yang kokoh. Dan kita melihatnya melalui jalan setapak dari kayu yang dibangun 2-3 meter diatas, tentunya di luar pagar. Jadi kita bisa melihatnya dari atas. Jalan setapak ini mengitari seperempatnya hutan mini yang menjadi rumah bagi beruang madu yang dikonservasi.


Foto bersama beruang imut.

Peringatan dilarang kasih makan beruang ditempel dimana-mana.

Nah ini jalan setapak mengelilingi enklosure untuk melihat beruang madu dari atas.



Enggak hanya itu, di area ini ada beberapa bangunan lamin (rumah adat Dayak) yang difungsikan untuk berbagai macam acara. Salah satunya digunakan untuk sarana edukasi. Ada banyak informasi tersaji di ruang edukasi ini. Mulai dari jenis makanan si beruang madu hingga pengetahuan detail tentang habitat asli beruang madu. Ada juga papan kuis yang akan menguji pengetahuan kita tentang beruang madu. Lengkap pokoknya. 

Tidak dipungut biaya untuk berkunjung ke enklosure ini. Kita hanya diminta untuk menjaga kebersihan dan menghormati peraturan yang sudah ditetapkan. Jadi jangan war-wer buang sampah sembarangan. Kalau didekat kita pas enggak ada tong sampah, simpan dulu sampai nemu tong sampah. Nah jangan kaget jika area konservasi ini banyak berkeliaran kucing-kucing gemuk. Di salah satu sudut lamin ada rumah kucing yang menampung kucing-kucing liar. Jika kalian pecinta kucing, bisa adopsi kucing disini.

Enggak pernah bosan untuk kembali ke tempat ini. Saya sudah berkali-kali. Bahkan punya boneka beruang madu persembahan suami saya .. haha. Bakal kembali lagi .. pasti. 


Salam dari alam liar, 

    

Sabtu, 12 Oktober 2013

Sabak Digital dan Konferensi Meja Bundar

Semakin modern, semakin individual. Ini sih teori ngawur saya. Modern dalam tataran dunia sekarang ini dalam pengertian saya merujuk pada teknologi gadget. Masalahnya saya sering dibilang tidak modern karena tidak memiliki gadget seri terbaru. Gadget paling canggih yang saya miliki adalah Galaxy Wonder terbitan negeri asal Super Junior yang masih berada di level roti jahe alias versi gingerbread. Saya masih pikir-pikir untuk membeli gadget versi terbaru. Selain harganya bikin boros dompet, hape saya yang lama masih bisa dipakai. 

Yang terjadi saat ini adalah para muggle sedang gandrung dengan sabak digital berbagai ukuran. Ini bukan sabak era R.A. Kartini yang digunakan untuk belajar menulis menggunakan kapur. Nah gara-gara tak memiliki benda ini, saya dilabeli tidak modern. Ah modern apa enggak, toh saya masih bisa sms'an sama Whatsapp'an plus telponan. Ada sih emba-embak make tablet buat telpon ditempelin di kuping. Aneh gitu ngeliatnya.

Pada perkembangannya, benda ini mampu menaikkan gengsi pemiliknya. Cuma sekedar ditenteng di tangan aja udah bikin pamor naik kok, padahal orangnya bawa tas gedhe. Atau saya-nya aja kali yang iri dan dengki karena enggak punya tablet. 

Pernah suatu kali niat banget untuk beli dengan alasan memudahkan membaca email kerjaan dan kesigapan orderan menulis review dari bos Jepang pujaan hati. Dana udah ada tapi niatnya ilang. Gegara terlalu pikir panjang. "Buat apa?? .. kalo cuma buka email kan masih bisa pakai yang gingerbread. Masak iya pas jalan-jalan mau nulis juga. Mendingan pakai notebook kalau buat nulis," begitu kata hati nurani. Cieeehhh aseloleee ..

Virus-virus sabak digital ini rupanya sudah menjangkiti semua usia. Anak-anak usia SD pun sudah menenteng tablet kesana kemari. Buat apaaaa??? Yang jelas buat mainan. Sementara yang remaja labil menggunakannya juga untuk mainan selain untuk media sosial. Sedangkan orang dewasa menggunakannya untuk mainan, bersosialisasi, dan kerjaan. Ini lagi-lagi teori ngawur saya sesuai dengan apa yang saya lihat sekilas.

Iyaaaa .. enggak salah. Saya cuma risih tatkala mata orang selalu tertuju pada layar tablet dimanapun mereka berada. Enggak ada kerjaan lain apa. Para muggle seperti sudah diguna-guna oleh benda ini. Saya bilang kecanduan, sampai-sampai lepas sedetikpun bakal bikin galau hati. Pernah saya ngeliat mas-mas parlente di sebuah rumah makan. Kayaknya sih pegawai kantoran (mainstream banget sih pikiran saya). Emangnya kalo make kemeja lengan panjang pas body terus dimasukin celana kain yang pas body juga itu orang kantoran? Siapa tau cuma iseng make kostum ala kantoran. 

Si mas-mas datang bersama embak-embak ala Girls generation, kostum bulu-bulu dan rambut bergelombang coklat muda. Gampang diduga, setelah duduk lalu pesan makanan dan keluarkan gadget. Wah kayaknya bos neh. Ada Blackberry, Apple, dan tablet Samsung berjejer di meja kayak mau jualan (buka toko mas?? iiiihhhh iriiii iriiiiii). Hapal kan saya. Ya iyalah orderan menulis review tentang gadget, gimana enggak hapal. Keduanya sibuk luar biasa sama gadgetnya masing-masing. Setiap menit gadgetnya dilihat satu persatu. Bos dooooooooonggggg. 

Pas saya lewat kebetulan gadgetnya nyala semua. Ketahuan dong sibuk ngapaiiiiiiiin. Enggak tahunya mas-nya sibuk mainan di tabletnya, trus nge-twiter di gadget lain, dan facebookan di gadget satunya. Sementara si embak sibuk mainan Angry Birds. Duuhhhh segitunyaaaa sibuk. Saya juga sering begitu kok, tapi kalo pas lagi nunggu pesawat di ruang tunggu. Itupun kalo sendirian dan pas komik yang saya baca habis.

Paling menguras perhatian jika saya menemui "konferensi meja bundar" di sebuah cafe. Para muda-mudinya yang mengelilingi meja bundar asyik dengan gadgetnya sendiri-sendiri. Nah loh mereka lebih memilih memasang status atau mainan ketimbang ngobrol. Hanya sesekali terucap "Eh aku pasang status loohhh kita lagi disini ... komen dong komen dong," Laaaaaaaa (iyaa saya tahu, nguping sama ngintip itu enggak boleh. Tapi kan bukan salah saya kalau itu terlihat dan terdengar dengan jelas. Iya kaaannn).

Pada akhirnya, bagi saya, keberadaan sabak digital dan gadget lainnya menjadi berlebihan ketika kehadirannya menyita perhatian dan menginterupsi interaksi (komunikasi) lisan antar sesama. Dimana saya menyimpulkannya sekilas sebagai dua orang atau lebih saling bercaka-cakap sambil bertatap muka. Tentunya artinya lebih luas dari ini kalau mau dibahas. Kuliah dah jadinya. Baca aja buku Komunikasi yaa. 

Ah saya lantas ingat .. pantas saja kampung halaman saya sepi. Permainan-permainan tradisional yang melibatkan anak-anak sudah punah digantikan dengan permainan modern di sabak digital. Kalaupun para anak ini ketemu, bawaannya tablet dan sibuk sendiri ngejogrok duduk melingkar di pojokan. 



Salam Damai   

     
  

     

   

Liar di tengah kota

Ketika saya menerima kabar ihwal kepindahan suami saya ke Balikpapan, saya lantas merenung. Balikpapan yang merupakan bagian dari Kalimantan Timur ini masih dianggap sebagai daerah tertinggal. Kepikiran dong. Bukan karena Balikpapannya, tapi karena Kalimantannya. Kebiasaan orang kalau ada kerabat atau teman yang akan pindah ke Borneo pasti nanya "Wah enggak bisa nge-mall lagi nehh," atau "Trus disana nanti kalau mau ngirim-ngirim gimana, ada kantor pos nggak?"... lainnya "Lah nanti disana ada tetangganya nggak?". 

Cukup was-was saat ditanya itu. Tapiiiiiiiii ... salah semuaaa. JNE sama TIKI aja sampe sini, apalagi kantor pos. Mall? Ada dooong. Malah mau nambah dua super mall, jadi totalnya ada 5 mall. Bioskop? Adaaaaaaa, dua XXI sama Megablitz. Balikpapan memang kota kecil, tapi gedenya se-kabupaten. Ramenya cuma di pusat kota aja. Sayangnya modernnya hanya sampai disitu saja. Dengan tingginya hiruk pikuk kota, saya justru mendambakan hiburan yang senyap. Dimana saya merasa benar-benar sedang di Kalimantan.

Pertama kali menginjakkan kaki di Balikpapan, saya sudah merancang plesir ke sudut-sudut kota ("Kerjaaaaa dulu .. maen muluuu," saut suami). Salah satu area yang langsung saya datangi bersama suami adalah Somber. Apa itu? Saya menyebutnya sebagai konservasi mangrove yang terletak di sepanjang sungai somber kariangau Balikpapan. Wilayah ini dulunya pernah dibabat habis hingga gersang. Tapi berkat aktivis lingkungan setempat, hutan mangrove bisa diselamatkan hingga menjadi daya tarik liar di tengah kota. 

Tak susah menuju ke konservasi mangrove ini. Hanya butuh waktu setengah jam berkendara jika kondisi jalan tidak macet. Jika kamu berada di luar borneo, ya pasti harus terbang dulu dong. Minimal naek kapal lah dari pulau Jawa. Lokasinya berada tidak jauh dari pelabuhan Kariangau. Menuju kemari, saya harus melewati perumahan dempet dengan lebar jalan tak lebih dari dua mobil mepet. Saya tak menyangka jika di ujung perumahan ini menyimpan setitik keliaran. Lalu setelah beberapa menit berlalu, terkuaklah kekayaan alam Kalimantan di tengah kota yang berhasil dikonservasi.

Salah satu sudut konservasi mangrove di sungai somber. Untuk videonya klik link dibawah ini.
https://www.facebook.com/photo.php?v=2292203138493&set=vb.1051459452&type=3&theater   


Siapapun pasti akan mengamininya bahwa kawasan ini menjadi kawasan yang tidak terlupakan saat  melihatnya pertama kali. "Wooaaoow .. woaaooaa," kata saudara saya yang pernah saya ajak kemari. Ahh ndesooo ... di kota nggak ada kan. Coba kalau di Jogja cuma ada Code. Setelah melihat deretan perumahan, saya seperti melewati pintu tak kasat mata menuju konservasi mangrove. Suasananya begitu kontras, mendadak masuk ke dunianya Indiana Jones. Saya langsung disuguhi jejeran pohon mangrove berbagai macam ukuran yang saling merapat. Ada jalan setapak dari kayu yang mengantar saya pada dermaga mini, tempat perahu kayu ditambatkan. Nah saya akan menyusuri sungai somber menggunakan kapal kayu bermesin untuk menikmati dinding mangrove. 

Disini saya menunggu kapal kayu yang akan membawa saya menyusuri sungai somber sambil lihat bekantan.



Hingga hari ini, aktivis lingkungan setempat semakin giat menanam mangrove. Asli enggak ada campur tangannya pemerintah. Butuh bertahun-tahun untuk mengembalikan keasrian lingkungan setempat seperti semula. Kata pak Agus Bei, penggiat pondok sahabat mangrove sekaligus perintis konservasi mangrove ini, kondisi mangrove disini sempat meradang karena ditebangi oleh penduduk setempat. Akibatnya jika hujan, banjir dimana-mana. Jika ada angin lesus, kesapu deh rumahnya. Nah berangkat dari derita ini, Pak Bei yang kebetulan menjadi ketua kelompok penggiat mangrove dan RT setempat merintis konservasi mangrove hingga seperti sekarang. "Wah ngajakin penduduk sini buat merintis ini susah mbak, tapi akhirnya mereka sadar dan mau juga," katanya.  

Oh yaaa .. agaknya tempat ini juga cocok untuk foto pre-wedding bareng buaya. Jangan salah .. wilayah ini menjadi habitat yang tepat bagi buaya. Waktu keluarga Jogja berkunjung dimari, salah satu kakak mengaku melihat mata buaya yang nongol. "Halaahhh ... nggak papa mbak. Cuman diintip buaya. Paling cuman segede komodo," eehhhh cumannnn .... komodo kalo nyabet pake ekornya, masuk rumah sakit juga kan kita.

Saya selalu mendatangi konservasi ini sore hari karena tidak mau kehilangan momen untuk bertemu dengan bekantan. Benar .. selain habitat yang cocok untuk buaya, mangrove juga menjadi rumah bagi bekantan. Kadang-kadang jika sedang beruntung, kita bisa melihat rombongan bekantan dari pondok mangrove. Nah saya juga berkesempatan melihat kuntul (kalau nggak salah) dan burung yang lalu lalang di udara. 



Jalan setapak

Lorong mangrove yang selalu saya kagumi ketika datang kemari.

Somber mengejar bekantan.

Saya tidak tahu binatang apa saja yang berenang di bawah kapal kayu yang saya tumpangi.

Saking cintanya dengan tempat ini, saya kembali lagi beberapa kali. Tentu saja dengan suami dan keluarga saya. Setidaknya saya bisa menikmati seujung kuku pedalaman Kalimantan. Enggak perlu ke Kayan Mentarang. Selain lokasinya jauuuuuuuuuuuuuuuuuhhhhhhhhhhh .. juga berat di ongkos. Masak iya kapal nelayan di Kayan Mentarang pake bensin harga Rp25.000 per liter. 

Kalau saya sih gratis berkeliling dengan bapak-bapak aktivis lingkungan ini yang kebetulan penduduk setempat. Tapi karena rasa kemanusiaan, ke-lingkungan-an dan sosial yang tidak bisa diacuhkan, maka saya memberikan sumbangan secukupnya (yah untuk ganti biaya BBM). Deru mesin kapal yang ngalah-ngalahin suara helikopter itu berhenti di keramba yang dibudidayakan oleh mereka. Disini saya baru ngeh jika ikan nila bisa dibudidayakan di air payau. Kata kakak saya rasa ikan nila begitu enak. Bikin gembrobyos. 

   



Keramba budidaya berbagai macam ikat air tawar yang di air payaukan.


Jadi jika kalian sedang berkunjung ke Balikpapan, jangan lupa untuk berkunjung ke tempat ini. Enggak ada yang secakep ini deh. Asli .. enggak pake palsu. Jangan cuma ke mall. Mall nya sini masih kalah sama mall-nya Amplas Jogja. Kalau keliaran alamnya, enggak perlu dipertanyakan lagi.



Salam liar


  

Kamis, 03 Oktober 2013

Balada skinny jeans dan testoteron

~Ketika testoteron dibalut skinny jeans, maka saya langsung memejamkan mata~


Beberapa tahun belakangan ini, dunia lelaki mendadak berubah total. Entah bermula darimana, trend berbusana para lelaki semakin beragam. Tapi saya yakin, perubahan wujud busana kaum testoteron ini pasti dipengaruhi oleh trend berbusana pria Korea Selatan yang terwujud dalam boyband dan tv serialnya. Yakin deh, kayaknya Mas Brad Pitt enggak gitu-gitu amat soal gaya fashion street'nya. 

Saya lantas mengamati berbagai macam video klip grup vokal pria asal Korsel, juga serial TV nya. Pun saya juga membuka gaya berbusana jalanan artis-artis pria Korsel yang di-candid-camera. Dari skinny jeans super ketat hingga legging bercorak dikenakan oleh pria muda. Yak .. dan saya melihat pria-pria Korsel lokal dimana-mana. Satu koleksi yang paling pasti diterapkan dalam gaya berbusana pria lokal masa kini yakni slim jeans dan skinny jeans. Ah tapi saya lupa, ternyata virus jeans ketat hingga super ketat ini juga menjangkiti para lelaki barat. 

Eh tapi tak semua deng, saya jarang menemukan foto-foto candid street style dari seleb macam Brad Pitt, Aston Kutcher, Orlando Bloom, Johny Deep hingga David Bekham mengenakan skinny jeans. Mereka sangat-sangat manly baik dari gaya berpakaian hingga gesture tubuh. Ouw ouw ... yang jelas gaya jeans mereka manly, tidak ketat juga tak gombrong. 

Bahkan saya menemukan foto candid Orlando Bloom hanya mengenakan celana kolor hitam jalan-jalan di NYC dan tetap terlihat eye catching. Well Orlando Bloom goes shirtless in NYC just because He can. Sebetulnya saya ingin mengunggah foto-foto street style mereka juga si Bloom yang shirtless, tapi takut terjerat undang-undang Hak Cipta. Hanya sekedar memberikan pandangan dari kacamata saya yang subjektif tentang bagaimana pria itu harus berdandan. Rumusnya adalah less is more.

Setelah saya googling sana sini, sebenarnya trend skinny jeans awalnya diperuntukkan untuk kaum Hawa. Namun makin lama makin banyak pria muda beraliran emo/punk yang ikut mengenakannya (enggak semuanya sih). Umumnya skinny jeans pria ini akan lebih longgar di area selangkangan. Namun belakangan model skinny jeans pria semakin ketat dari pinggul, selangkangan hingga mata kaki. Nah makin kesini, semakin banyak pria muda yang sedang tumbuh kembang mengenakannya. 

Lalu bagaimana dengan gaya berbusana pria lokal? Sedikit banyak skinny jeans menghiasi kaki-kaki tak sedikit kaum kromosom-Y muda baik di tayangan televisi hingga dunia nyata. Nyatanya beberapa hari lalu ketika saya bertandang ke Samsat, saya melihat pria muda ber skinny jeans. Lalu ketika sedang nge-mall, makin banyak kaum testoteron yang membalut kakinya dengan skinny jeans sehingga bagian tengahnya menonjol tak karuan. Salah? Enggak. Saya cuma agak risih melihatnya, kasihan kan tertekan. Bisa streesss loh area itu.

Tak susah menemukan skinny jeans untuk pria di pusat perbelanjaan. Saya menemukan hampir semua merk dari yang terkenal hingga merk yang namanya belum pernah saya dengar menawarkan skinny jeans saat saya menemani suami saya mencari jeans baru. Setelah mencari-cari model jeans di konter merk-merk terkenal, saya menyerahkan beberapa model jeans yang salah duanya adalah skinny jeans dan slim jeans. Pengen dong liat suami pakai dua model itu. Apakah akan mirip anggota Suju atau malah mirip dakocan. Oh ya, jangan pelit-pelit jika ingin membeli jeans karena ada harga ada kualitas.

"Istriku .. ini aku enggak bisa jongkok. Ngganjel di tengah. Trus ini gimana toh," kata suami saya saat keluar dari bilik kamar pass. "Kamu kok malah ketawa toh," kata suami saya. Hati ini malah tercabik-cabik karena suami saya lebih mirip dakocan ketika mengenakan skinny jeans. Ah memang lebih pantas pakai model original saja, manly nya kelihatan. "Kamu kalo milihin jeans bsok jangan yang aneh-aneh lagi ya," katanya. 

Memang .. hanya segelintir pria saja yang mampu mengenakan skinny jeans dan slim jeans dengan elok. Jadi jika kalian para pria ingin mengikuti arus gaya berbusana masa kini, lihat-lihat dulu ya. Jangan sampai uptodate tapi malah kayak dakocan. 


Can Dakocan keserempet delman, bukan salah kusir, dakocan tak mau minggir

 

04 Oktober 2013
Cerita dibawah kepungan skinny jeans
 



 

Ekspedisi Tanah Merah ~Hutan pinus di bibir pantai~

Pernah bermimpi mendatangi tempat-tempat eksotis ala The Lord Of The Ring? Atau Narnia yang penuh peri? Mungkin tempat seperti yang terwujud dalam laga Twilight? Nahhh kalian tak perlu jauh-jauh ke New Zealand. Tak perlu ke hutan pinusnya dimana Mas Cullen tinggal. Cukup datang saja ke Tanah Merah, niscaya kamu juga akan ketemu sama Edward Cullen lokal. 

Dimana Tanah Merah? Apa itu Tanah Merah? Ini adalah pantai. Namun tak sembarang pantai, karena pantai ini memiliki hutan pinus yang menjulang tinggi beberapa belas meter. Pertama kali datang ke lokasi obyek wisata ini, saya tak henti mengucap "Wow" sambil koprol saking girangnya. Lalu saya mendongak, menyisir rimbunnya atap dedaunan nun jauh diatas. Kali-kali aja ada Mas Cullen lagi nangkring di atas pohon pinus. Dan benar saya melihat Mas Cullen lokal sedang menyisir poni lemparnya, bukan diatas pohon tapi diatas motor. Tapi makin lama diliat kok makin mirip vokalis Kangen Band lawas yaaa.

Tak mau lama-lama merusak mata dengan pemandangan poni lempar, saya lantas mengalihkan perhatian ke arah lautan lepas yang landai. Sejenak saya merenung, kenapa dinamai Pantai Tanah Merah. Mana merahnya. Semuanya hijau. Ah peduli amat dengan asal namanya. Yang penting saya bisa menikmati kedamaian di hutan pinus berpantai yang terletak di Samboja ini. 






Dari pusat kota Balikpapan Kalimantan Timur, lokasi Pantai Tanah Merah hanya berjarak 60 Km atau sekitar 2 jam perjalanan darat. Jika kalian kebetulan sedang berkunjung ke Balikpapan, sempatkanlah kemari. Saya jamin enggak bakal menyesal. Kondisi jalan menuju kemari pun masih normal untuk ukuran Kalimantan.

Kenapa? Karena semua yang kalian rindukan tentang alam ada disini. Nyanyian alam menjadi paduan suara yang menarik. Yang jelas bikin saya ngantuk. Ya iyalah .. saya disini disuguhi paduan suara dari deburan ombak, angin bergemerisik diantara sela-sela pohon pinus, dedaunan yang saling bergesek, cit-cit'an burung, dan suara-suara binatang lain yang menambah merdu. Nah saya juga dimanja oleh belaian angin sepoi-sepoi. Ngantuk sudah.

Saya riang menemukan tempat ini karena sepi. Hanya segelintir anak-anak muda pacaran yang nampak di pantai ini. Terkadang, Pantai ini juga digunakan untuk kemah pramuka. Ada beberapa gazebo yang bisa dimanfaatkan untuk sekedar istirahat. Saya merebahkan tubuh di gazebo ini. Ketika mata terpejam, saya tertegun karena kekuatan alam yang penuh energi positif langsung merangsek ke tubuh saya. Begitu sejuk dan mendamaikan pikiran dan hati. Jadiiii jika kalian butuh kedamaian, carilah tempat-tempat seperti ini. Jangan cuma main ke mall yang akan semakin membuat sakit hati.

Ini Gazebo yang saya gunakan untuk istirahat.




Tak hanya gazebo, beberapa meja kayu yang diapit kursi kayu tersebar di seantero pantai ini. Sayangnya beberapa diantaranya rusak. Saya dua kali bertandang ke Pantai Tanah Merah. Jika kalian menanyakan hari apa yang cocok untuk berkunjung di obyek wisata ini, saya akan menjawabnya hari kerja. Karena pada hari-hari itu, suasana pantai sunyi. Berasa pantai pribadi. Untuk kedua kalinya saya kembali melancong ke Pantai ini pada akhir pekan. Pun juga masih terasa sunyi meski ada beberapa pelancong yang ikut menikmati belaian angin sepoi-sepoi. 

Tapiiiiiii ada beberapa hal penting yang disayangkan dari pantai ini. Pertama, pemerintah daerah yang "lupa" merawat beberapa asetnya di obyek wisata ini. Beberapa kursi kayu dan mejanya rusak parah dan dibiarkan teronggok. Kedua, beberapa pelancong juga lupa untuk ikut menjaga obyek wista ini. Saya menemukan pecahan botol kaca yang tajam teronggok di beberapa lokasi. Jelas dong saya tidak berani melepas sandal. Apalagi onggokan pecahan botol kaca itu berbaur dengan pasir. Kalau tidak waspada, kaki saya yang cantik ini bisa terluka. 

Ketiga, toilet yang tutup di hari kerja. Saya akui, ada banyak sekali toilet dan kamar mandi tersebar di beberapa titik Pantai Tanah Merah. Sayangnya fasilitas itu tidak dibuka di hari kerja. Jadi saya harus menahan pipis sampai menemukan pom bensin terdekat sekitar 15 menit dari lokasi. Jika akhir pekan pun, tak semua toilet buka. Jika tak mau repot, bawa saja botol air mineral kosong, lalu cari tempat tersembunyi. 

Oh iyaa ... saya sengaja membawa bekal makan siang karena di lokasi ini tak ada penjual makanan. Rempong??? Ah .. enggak juga. Bawa bekal sendiri dari rumah malah lebih nikmat. Saya membawa bekal siang lasagna jamur dan teh hangat. Mantab mak nyuss disantap di gazebo dengan semilir angin. So pasti ini menjadi acara tamasya murah meriah karena tak ada retribusi untuk masuk ke obyek ini. Yahuuddd dong. 


 

   

3 Oktober 2013
Di bawah temaram sinar bulan

Foto-fotonya nyusul
 

    

Sabtu, 28 September 2013

Menjamah Surga Segara ~Part II~

Bergumul dengan pasang


Jadi bagaimana? Sudah mempertimbangkan akan bertamasya ke beberapa pulau yang sudah saya ceritakan sebelumnya? Derawan-Kakaban-Sangalaki. Belum? Kalau begitu nikmati saja dulu foto-foto yang saya unggah, setelah itu mimpikan di alam tidurmu. Atau pasang foto yang saya unggah untuk wallpaper sebagai penyemangat sembari kalian menabung untuk tamasya ke tempat-tempat ini. 

Kakaban Island. Pulau tak berpenghuni. Habitat kedua di dunia ubur-ubur tanpa sengat.

Mendatangi beberapa pulau ini memang tidak mudah, seperti yang saya ceritakan di artikel sebelumnya Menjamah Surga Segara Part I. Tapi menikmati ketiga pulau ini juga membutuhkan perjuangan yang tak kalah hebat. Enggak horeeeee. Apalagi karena tujuan awalnya bukan untuk liburan. Jadi waktu yang saya punya untuk menikmati keindahan alam ini hanya sebentar saja.

Praktis kalau dihitung, saya hanya memiliki waktu kurang dari 24 jam untuk mendatangi ketiga pulau ini. Horee nggak hore tetap nikmati. Sampai di pelabuhan Tanjung Batu Kabupaten Berau kalimantan Timur, saya langsung berdiskusi dengan mas motoris (yang kebetulan mencontek gaya berpakaian Andika Kangen Band). Kala itu waktu sudah menunjukkan pukul 14.00 Wita. Perjalanan pertama menuju Pulau Kakaban selama satu jam menggunakan speed boat. 

Menuju pulau yang dihuni ubur-ubur tanpa sengat ini, kami harus melewati pulau Derawan dulu. Karena kondisi ombak kala itu sedang tinggi, speed boat yang kami naiki agak tertatih-tatih jalannya. Kebayang dong gimana rasanya naik roller coaster selama satu jam di air. Penuh tantangan sih iya, tapi kasihan punggung. 


Dermaga Pulau Kakaban

Perjalanan yang mengoyak perut itu akhirnya terobati. Saya melongok melihat air dibawah saat speed boat pelan-pelan menepi ke dermaga. Ada Patrick dan kawan-kawannya, minus Spongebob. Ini adalah kolam renang "alam" terbaik yang pernah saya jelajahi. "Mas cepetan dikit .." kata saya tak sabar. "Iya neng .. sabaran sedikit," jawab Masnya. Ada beberapa hal yang membuat saya bahagia ketika menceburkan diri saya ke kolam maha luas ini. Yang jelas sepi pengunjung. Hanya ada satu keluarga bule yang ikut bercengkerama dengan si Patrick. Pakai bikini? Ah sudah biasa disini. Agak-agak seram karena saya juga sempat bertemu dengan ular laut ukuran kecil.

Tak sabar untuk melihat habitat ubur-ubur tanpa sengat, saya langsung masuk ke pulau. tahu nggak, Pulau Kakaban ini merupakan habitat kedua di dunia ubur-ubur tanpa sengat. Hanya ada dua di dunia, salah satunya di kakaban ini dan yang kedua ada di Pulau Palau Mikronesia. Bangga doooonnngggggggg bisa nyemplung di danau yang terbentuk sekitar 12.000 tahun.  Jika dilihat dari atas, pulau kakaban ini seperti donat lonjong. Ini pertama kalinya dalam hidup saya memegang ubur-ubur. Kalian belum pernah kan?? Nyahahahahahahah .. sombong.

Jalan setapak dari kayu menuju danau di tengah-tengah pulau.



Karena hanya saya dan suami yang menikmati danau ubur-ubur ini waktu itu, saya sempat takut dan ngeri untuk nyemplung. Kebayang dong ketika nyemplung terus tiba-tiba muncul lockness .. nyahahaha ngayal. Kita kan nggak tahu apa yang tersembunyi di tengah danau selama 12.000 tahun selain ubur-ubur tanpa sengat. Yang jelas saya berasa ngeri ketika mencoba berenang di danau ini .. hiiiiiii. Selain agak buthek, danau ini berdinding hutan bakau. Saya harus berjalan beberapa puluh meter melewati hutan bakau untuk menuju kolam renang air payau ini. Jadi untuk berkenalan dengan ubur-ubur orange ini, saya terpaksa mengandalkan pelampung dan ban penyelamat serta tak lupa menggenggam erat-erat dek kayu. 

Biasanya snorkler dan diver menyempatkan kesini untuk melihat ubur-ubur tanpa sengat.

Meskipun sudah pakai pelampung, saya masih ngeri.

Yaaaaaaaa cuma begini doang akhirnya liat si ubur-ubur orange. Tuh ada dua ubur-ubur yang mendekat.

Santai dulu sebelum melanjutkan perjalan ke Pulau Sangalaki. Pulau yang sering disinggahi oleh penyu untuk bertelur.

Karena waktu sudah semakin sore, maka saya mempercepat aktivitas renang saya. Tak jauh ternyata jarak pulau sangalaki dari kakaban. Kami hanya menempuh waktu 30 menit.

Siap-siap.


 Di pulau Sangalaki saya bertemu dengan mas-mas penjaga penyu. Mereka bertugas menjaga telur-telur penyu sampai menetas. Tau sendiri kan, telur-telur penyu sering beredar di pasar. Lagi-lagi sepi. Berasa pulau pribadi, berasa selebriti Hollywood. Sayangnya "fasilitas" di pulau ini terbengkelai. Ada beberapa pondokan dan ruang ~yang-bisa-dipakai-untuk-pertemuan~ nganggur. Katanya beberapa pondokan itu milik ekspatriat yang dulu disewakan.

Di belakang saya itu adalah pondokan yang katanya dulu disewakan. Tapi karena suatu hal, pondokan itu sekarang sudah tidak berfungsi. Sayang sekali kalau tidak dimanfaatkan.

Add caption





Sayangnya saya tidak bisa berlama-lama di pulau ini karena harus bermalam di Pulau Derawan. Saya menginap di rumah penduduk yang lebih murah. Semakin nikmat karena makan malam, dan makan siang serta sarapan sudah disediakan oleh si pemilik penginapan. Nyamleng!!!
Pulau Derawan memang lebih ramai. Setelah saya amati, ternyata lebih banyak turis mancanegara ketimbang turis lokal. Kehidupan malam di pulau ini tak berbeda dengan Kuta bali. Hanya lebih sepi. Saya mikir, terus gimana ceritanya kalau mau ke Mall. Yaelaaahhhh .... tapi ngomong-ngomong, nggak ada ATM loh disini. Kalo mau ke ATM, harus naek kapal se-jam terus perjalanan darat kurang lebih 3 jam. Jadi kalau mau beli oleh-oleh disini harus bijak. Karena ada cukup banyak toko oleh-oleh. Dan saya yakin yang datang dimari nggak cuma beli selembar dua lembar kaos, tapi berlembar-lembar.

Pesawat untuk kembali ke balikpapan dijadwalkan pukul 15.00 Wita. Dengan berbagai pertimbangan dan pemikiran yang matang, maka saya harus berangkat dari pelabuhan tanjung batu maksimal pukul 12.00 Wita. Paling tidak dari derawan harus pukul 11.00 Wita. Saya hanya punya waktu 3 jam mulai pukul 08.00 - 10.30 wita untuk menikmati keindahan bawah laut derawan. Yang saya lupa adalah, air laut surut setelah pukul 10.00 Wita. Alamaaaaakkkkk ... dada ini deg-deg'an sesak dan perih menerima fakta bahwa air laut masih pasang ketika saya meratapinya di dermaga penyelaman.

Menunggu pasang surut sembari melihat penyu-penyu seliweran di bawah dermaga.

Tik .. tok .. tik .. tok ... ini yang menarik. Mendekati pukul 10.00 wita, air laut belum surut sesuai dengan keinginan. "Udah yuk .. nyemplung aja yuk," ajak suami. "Eh gila .. kan masih pasang. Noh liat masih ada ombak-ombak mungil," jawab saya. "Halaahhh nggak papa ... pegangan aja ma dek," ajaknya. Akhirnyaaaaa saya nekat meski air laut masih pasanggg. Takut?? Iyaaaaaa ... Penasaran?? Iyaaa jugaaaa. Tapi nggak papa .. yang penting bisa liat si biru dan si loreng-loreng. Jadi deh saya bergumul dengan pasang demi melihat ikan-ikan lucu dan setumpukan terumbu karang. Yang jelas, saya pasti akan kemari lagi. Tinggal menunggu kesempatan.

Takut-takut nekat kalau ini. Padahal kalau lagi surut, benar-benar dangkal.





Kamis, 05 September 2013

Menjamah Rimba Segara ~ Part I ~

Berlabuh ke Surga Kecil Dunia 


Jika kalian takut menjadi hitam, maka saya sarankan kalian tak perlu repot datang ke daerah yang akan saya ceritakan ini. Namun jika kalian bersedia mengorbankan keindahan kulit cemerlang kalian yang seindah iklan sabun colek, maka surga Kecil ini wajib dikunjungi. 

Kenapa? Pertama, lokasi yang akan saya ceritakan ini berada tak jauh dari garis khatulistiwa. Kedua, Surga Kecil ini dikelilingi lautan. Jelas dong perpaduan dua faktor ini akan cepat membuat kulit kita menghitam. Buang jauh-jauh deh harapan kulit tetap putih walau pakai sunblok. Toh produk ini hanya untuk melindungi kulit dari efek negatif ultraviolet penyebab kanker kulit. Jadi bersyukur dooooooooong kita orang Indonesia dikaruniai kulit sawo matang yang penetrasi kanker kulitnya tak sedahsyat kulit milik orang kaukasia.



Me turning black setelah berenang dengan penuh kecemasan karena di lokasi ini hanya berdua dengan suami. Pulau kakaban pukul 15.00 WITA.

Terus terang saya tidak tahu perwujudan Surga yang sebenarnya. Namun saya menginterpretasi Surga sebagai tempat yang akan membuat saya tenang secara batiniah .. nyahahaha (Ya iyalahh .. wong kemarinya separoh dana ada instansi yang nanggung, siapa yang enggak tenang secara batiniah).

Akhirnya mimpi dua tahun untuk berlabuh di tiga Surga kecil dunia ini terwujud juga. Saya sukses menjejakkan kaki saya dan bergumul dengan ikan-ikan di pulau Derawan, Pulau Sangalaki dan Pulau Kakaban Kabupaten Berau Kalimantan Timur. Ternyata "Surga" itu tidak murah kawan. Nunduk. Banyak bule loh dimari, pake bikini. (Sepulang dari sini langsung rajin olahraga sit-up biar bisa pake setelan yang dipake si mbak-mbak bule itu).

Menuju ke destinasi wisata ini, memang butuh perjuangan. Tips dari saya adalah carilah kesempatan dalam kesempitan. Bagaimana caranya? Carilah tebengan atau carilah instansi yang sedang khilaf untuk membiayai perjalanan kalian. Atau bekerjalah minimal di Kabupaten berau, niscaya kalian akan dimudahkan untuk menikmati Surga-surga kecil itu .. haha. Jangan pernah pergi sendiri atau hanya berdua. Ini bukan soal keamanan, tapi karena biaya yang dikeluarkan akan sangat banyak kecuali kalian kaya raya. Jika kalian ingin berbiaya ringan, pergilah berkelompok. Masalah biaya bisa patungan dengan kelompok.

Domisili saya dan suami di Balikpapan cukup menguntungkan. Setidaknya memangkas rantai biaya perjalanan dari pulau Jawa. Bangga doooong saya pernah ke tempat-tempat ini sementara tetangga-tetangga individu saya yang kaya raya itu belum pernah menginjakkan kakinya. Ehm .. kibas rambut !!! Dari Balikpapan saya menggunakan pesawat kecil berpenumpang 55-60 orang, Kalstar, dengan tiket seharga Rp577.000.-. Ada beberapa pesawat yang melayani rute Balikpapan-Berau dengan kisaran harga Rp400.000 - Rp800.000. 



"Pose dulu"


Sesampainya di Bandara Kalimarau Kabupaten Berau dengan jarak tempuh kurang dari satu jam, perjalan menuju tempat impian masih jauh ternyata. Ada beberapa opsi kendaraan menuju pelabuhan Tanjung Batu. Kita bisa menggunakan kendaraan sewa bandara atau sewa umum. Saya tidak tahu persis berapa tarif mobil bandara untuk mengantar sejauh 90'an Km (kira-kira tiga jam) menuju pelabuhan ini. Setidaknya jika sewa mobil umum plus sopirnya ditarik Rp700.000, kemungkinan tarif mobil bandara tak jauh beda. Kaget? Ya iyalaahhh ... Indonesia gitu. 

Sebetulnya bisa lewat jalan darat dari Balikpapan - Berau dengan jarak 650 Km (hampir sama dengan jarak Jogja-Jakarta), lebih murah malah nggak ada macet. Tapiiiiii .. jalannya itu loh, hanya separuhnya yang layak. Inipun harus menggunakan mobil kapasitas 4WD. Gampang? Jangan senang dulu. Jalan layak (beraspal) hanya sejauh 280 Km dari Balikpapan-Sangatta dan beberapa Km mendekati Kabupaten Berau. Jika menggunakan sedan, mobil ini hanya bisa melaju sampai Kota Samarinda yang berjarak 120 Km. 

Waktu tempuhpun juga tak main-main karena bisa mencapai 24 jam, itupun jika cuaca sedang cerah. Nah jika hujan tiba, bahkan mobil 4WD tak bisa berkutik. Kenapa? Karena sebagian besar jalan utama dan satu-satunya masih berupa tanah yang hanya membuat ban 4WD berputar di tempat dan terseok-seok kalau basah. Sedih kan. Itu belum seberapa jika belum ketemu jebakan tanah berlumpur. Ini adalah sebuah lubang lumpur basah yang akan memerangkap kendaraan bahkan truk sekalipun hingga nasib mempertemukannya dengan kendaraan lain yang baik hati untuk menariknya keluar.


Ruas jalan Tanjung Selor Kabupaten Bulungan - Tanjung Redeb Kabupaten Berau. Jangan tertipu dengan foto ini, kalau hujan kondisi jalan licin. Kondisi ini masih skala ringan.

Jadi sebelum mengkhayal untuk rela menempuh jalan darat ala goyang Inul, mantabkan hati dan mental terlebih dahulu. Atau tunggulah pemerintah daerah untuk membangun jalan yang layak. Tuh .. masak iya kalah sama negara tetangga. 

Sampai di pelabuhan Tanjung Batu Kabupaten Berau, saya masih harus mencari speedboat untuk mengantar ke pulau Derawan sebagai tujuan pertama. Nah sampai disini kita harus jeli menawar. Jangan sampai deh kita setuju tarif yang ditetapkan si mas motoris (pengemudi speedboat, kebetulan yang mengantar saya setipe dengan Kangen Band .. Aduhai). 

Tarif yang dipasang sungguh bisa menguras kocek. Saya ditawari speedboat untuk keliling empat pulau (Derawan-Kakaban-Sangalaki-Maratua) dengan tarif Rp3,5 juta. Alamaaaaakkkkk ... itu duit semua atau daun. Setelah rayu sana-sini maka tarif bisa diturunkan menjadi Rp1,7 juta. Tapi karena saya hanya bisa menjamah tiga pulau maka biayanya hanya Rp1,2 juta antar jemput. Bayar belakangan. Ingat .. usahakan membawa uang kas yang memadahi karena daerah ini tak mengenal ATM. Mesin anjungan ini hanya ada di Tanjung Redeb yang jaraknya 90 Km dari pelabuhan Tanjung Batu. 

Menunggu si mas motoris nyiapin kapal. Butuh sekitar 50 liter bensin. Beli bensin eceran dengan harga per liter Rp8.000,- (harga sebelum BBM naik).

   
Horeeeeee dong .. karena cuaca waktu itu cerah dan ombak sedang bersahabat. Menumpang speedboat serasa naik roller coaster. Ada satu jam menuju Pulau Derawan. Saya tak henti-hentinya tersenyum .. dan suami tak henti-hentinya gondok karena tahu saya dalam suasana liburan dan dia bekerja .. nyahahahaha. Lalu jangan lupa untuk mencari informasi penginapan murah di Pulau Derawan. Jika ingin liburan ala Paris Hilton, kalian bisa sewa penginapan yang letaknya persis di bibir pantai. Enggak perlu ditanya harganya. Kalau mau murah, menginap saja di rumah warga yang menyewakan kamarnya. Per malam paling Rp150.000. 


Keliatannya sih air lautnya tenang, tapi giliran naik speedboat ... widiiwww langsung "sudukken"

Pengen langsung nyemplung karena bening. Cuma masak iya harus ganti pakaian di kapal.




  

Salam Segara,
6 September 2013
Di dalam khayalan kembali kesana
Berau ~ Tempat yang dilalui garis khatulistiwa
Panasnya nyong .. minta ampun