Translate

Jumat, 17 Oktober 2014

Jalan rusak dan peminta-minta




Apa yang bikin kalian nggak mood lagi pas jalan-jalan ke daerah lain? Kalau saya, yang bikin kesel adalah jalan rusak. Lebih parah jika ada warga yang nyodorin kotak karton minta diisi uang oleh pengendara yang lewat. Iiihh sebel .. !! Bikin capek lebih dahsyat karena ngumpat terus. Eh tapi, daerah mana sih yang jalanannya nggak rusak? Ada sih ..

Mood saya buat nonton karnaval dan teater mamanda di Tenggarong langsung terjun bebas pas melewati ruas Loa Janan-Loa Kulu-Tenggarong. Ruas yang saya lewati ini secara administrasi (kata suami saya) adalah jalan Negara, tapi wujudnya kayak jalan kampung. Jalan aspal yang semulus kulit bayi cumak beberapa ratus meter aja, selang-seling sama jalan beton dari semen. Sialnya, saya datang ke Tenggarong pada waktu dan jalur yang salah. Malam telah tiba ketika saya sampai ke ruas itu.

Saya nggak sempat ngitung berapa ratus meter atau kilometer jalan yang sedang diperbaiki di sepanjang Loa Jalan ini saking sibuk menyumpah serapah. Yang jelas, perbaikan jalan ini malah bikin kesal. Tapi saya tetep harus apresiasi dong karena pemerintah pusat dan daerah sigap untuk memperbaiki beberapa titik di ruas yang panjangnya 26 Km ini. Sayangnya jalan yang sudah diperbaiki tidak lama kemudian tetep bocel lagi karena yang war-wer di jalan ini adalah truk-truk kontainer yang biasa ngangkut backhoe. Walaaahhhh …

Saya ketemu truk pengangkut backhoe beberapa kali di ruas ini. Duileee … ngerinya!! Tau sendiri kan kalau bodi bagian bawah backhoe lebih lebar ketimbang yang nggendong. Jadi saya agak griyep griyep kalo papas’an. Secara jalannya sempit, oleng dikit, nyangkut deh mobil saya.

Menurut analisa sayaaaaaa .. (sentilun banget), beberapa titik jalan di ruas ini bakal ditinggikan. Mungkin karena banyaknya jebakan betmen yang kayak kolam ikan, jadi nutupnya kudhu tebel. Karena ruas ini merupakan jalan darat satu-satunya menuju Kota Tenggarong dari Balikpapan, iya satu-satunya, maka perbaikan dilakukan di satu lajur agar lajur lainnya bisa dilewati kendaraan secara bergiliran. Sebetulnya ada jalan alternatif yang menyingkat waktu, tapi ujung jalan ini tetep menuju pas tengah-tengah ruas Loa Janan-Loa Kulu. Sama aja dong suruh ngicipi perbaikan jalan. Ini nih yang bikin saya ngumpat dan kesel. Bikin badan yang sudah bau tambah bauk. Kok? Iya bauk badan karena keseringan ngumpat, sehingga tubuh saya yang sudah tak menyentuh air selama dua hari gegara sedang krisis air mendadak mengeluarkan toksin yang aduhai aromanya.

Mungkin sudah menjadi kebiasaan yang menular, tiap ada perbaikan jalan sudah pasti langsung dimanfaatkan oleh beberapa oknum. Saya suka sebel kalo ketemu yang beginian. Hampir di setiap daerah yang saya kunjungi, hampir loh enggak semua (eehhh kayak udah kemana-mana ajaaaa), pasti ada peminta-minta yang berdiri di tengah jalan. Kalo nggak sendirian, ya bergerombol. Biasanya tengah jalan diberi conehead atau tong. Trus kitanya disuruh pelan-pelan dengan harapan mau merogoh koceknya untuk mereka-mereka ini.

Di ruas Loa Janan menuju Kota Tenggarong-ibu kota Kabupaten Kutai Kartanegara-ini, beberapa titik jalan yang sedang diperbaiki menjadi “rayahan” beberapa orang, ya muda dan tua. Anak kecil juga. Aduuuhhh dek, kalo kesamber ban mobil saya gimana?? Enggak tanggung-tanggung, mereka yang nyodorin kotak kardus mungkin ada puluhan. Sampai-sampai ada satu titik dimana mereka berjejer menggantikan marka garis sambil ngacung-ngacungin kotak. Buseetttt!!

Kenapa sampai mereka meminta-minta? Beberapa diantara mereka “berinisiatif” mengatur arus lalu lintas yang seharusnya tugas ini diemban oleh Dishub. Apalagi beberapa titik perbaikan membutuhkan perhatian ekstra. Nah inisiatif mereka mengatur jalan ini membuat mereka merasa berhak untuk mendapat balas budi dari pengendara yang lewat. Bener atau enggak bener, tergantung darimana sudut pandang kita melihat. Duh .. kemana petugas Dishub? Jangan-jangan jam kerjanya sama dengan PNS. Eh Dishub itu PNS kan ya? Jadi untuk beberapa sukarelawan yang sudah capek-capek ngatur, tetep saya kasih balas budi meski cumak sedikit. Yang cumak nyodorin kotak, cukup saya ucapkan terima kasih.

Akhirnya ruas Loa Janan-Loa Kulu Tenggarong yang hanya 26 Kilometer itu, saya tempuh selama dua jam lebih sedikit. Bengkak jempol kaki saya, gantian nginjak pedal gas, rem dan kopling. Enggak lagi, cukup. Tapi nggak papa, sampai hotel saya bisa puas mandi dan keramas. Ahhhh air!!!


Atha Ajo

Mbangkong

Enggak keliatan .. rapopo, yang penting ada fotonya.
  

     

       

Kamis, 09 Oktober 2014

Dari Merlion ke Bontang Kuala



Ceritanya saya kepengen selfie bareng patung Merlion yang fenomenal itu. Foto patung berkepala singa dan berbadan ikan ini cukup banyak beredar di publik picture media sosial. Nah saya juga kepengen dong kayak mereka-mereka yang pamerin foto selfie bareng Merlion. Tapi niat licik saya ternyata tak kesampaian gara-gara patung Merlion'nya ada di halaman belakang sebuah restoran. Loohh .. bukannya patung ikonik ini berada di Merlion Park Singapura yang bebas akses siapa aja? Yaaaa itu kalau yang di Singapura. Yang ini beda brayyy ... bedaaa! 

Beda apanya? Patung Merlion yang ini cumak KW. Saya kepengen foto bareng Merlion KW ini tapi gagal. Mungkin karena alasan licik saya yang ingin memajangnya di muka buku biar dikira saya sampai ke negeri singa itu. Duh kok kasihan .. tapi kalau disuruh milih, saya mending berangkat ke Singapura langsung secara harga tiket pesawatnya sama dengan harga paket data internet unlimited bulanan.

Patung Merlion KW ini menjadi salah satu daya tarik sebuah restoran di Kota Bontang Kalimantan Timur. Karena letaknya di halaman belakang restoran, maka saya merelakan momen selfie bareng Merlion batal. Saya cumak mau foto, enggak mau makan di restorannya. Sayang duit, Susah kan! Jadi saya hanya bisa memandangnya dari kejauhan sambil meratap. Untungnya saya bawa kamera dengan lensa panjang, setidaknya Merlion KW bisa saya jepret dari kejauhan. Myehehehehe . . .

Kota Bontang memang tidak memiliki banyak pilihan tempat wisata, sehingga Merlion KW ini kemudian menjadi jujugan wisata bagi warga setempat termasuk saya yang ikutan penasaran. Objek wisata yang benar-benar serius di Kota pupuk ini hanya Pantai beras basah dan segajah. Untuk berkunjung kemari harus naik kapal. Karena waktu saya enggak cukup, maka saya tunda dulu jalan-jalan  mengunjungi para nemo.

Sebagai gantinya, saya menyambangi Bontang Kuala. Kawasan ini menjadi objek wisata yang paling dekat dengan pusat kota. Sebetulnya lokasi ini merupakan pemukiman atas air yang berkembang menjadi pusat pariwisata di Kota Bontang. Hampir setiap hari, Bontang Kuala disambangi oleh wisatawan. Kalau akhir pekan datang, beuughhh .. kawasan ini bagaikan lautan manusia.

Yang menarik dari Bontang Kuala adalah hamparan papan-papan ulin yang di jejer membentuk sebuah pemukiman padat berikut jalannya. Ingat .. pemukiman ini dibangun diatas air laut. Jadi jalur jalan pun juga dibangun dari kayu ulin. Jangan salah, kayu ulin adalah kayu terkuat di dunia sehingga sepeda motor pun war wer di jalan kayu ini. Yang membuat saya tersayat hatinya adalah suara klethek-klethek kayu ulin yang saling beradu karena dilalui sepeda motor. Otomatis kayu yang saya pijak ikutan bergetar.

Paling fenomenal adalah lapangan ulin yang membentang luas lengkap dengan panggung yang biasa digunakan untuk live music. Kalau dikira-kira mungkin lebih dari dua kali lapangan basket. Jika akhir pekan tiba, lapangan yang di kanan kirinya berjejer warung mie instan dan kopi ini disesaki pengunjung. Yang bikin saya takjub bukan karena pengunjungnya yang hampir 2.000an, tapi karena deretan motor yang memenuhi lapangan ulin itu. Aduuuhh .. rasanya griyep-griyep. Kebayang kan parkiran motor di atas air dari kayu ulin seluas lapangan basket dan penuh itu gimana.

Satu titik yang paling saya sukai adalah di ujung kawasan ini yang luasnya selapangan voli. Saya bisa duduk selonjor sampai tiduran sambil menatap laut lepas. Jika sedang tidak berawan, titik-titik bintang di angkasa menyuguhkan pemandangan yang luar biasa menakjubkan. Saat itulah saya menyadari bahwa bumi dan isinya tak lebih dari setitik debu angkasa … beuugghhhh beraat.

Jadi jika kalian tak sengaja sedang singgah ke Kota Bontang,datanglah kemari.




Atha Ajo
  

            
    

Senin, 29 September 2014

Main-main di pinggir hutan primer



Sebetulnya jalan-jalan di tengah hutan mana aja rasanya sama. Rimbun, mencekam sekaligus mempesona. Apalagi jika hutan yang dijelajahi masih termasuk hutan primer. Yang saya takutkan jika sedang jelajah hutan adalah kalau ada ular yang tiba-tiba nongol. Terus saya mau lari kemana coba.  Minimal dicucup lintah lah.

Menjelajahi "hutan" memang sudah pernah saya lakoni meski "hutannya" berupa kawasan enklosure atau kandang alami buatan, yaaa mirip-mirip hutanlah, yakni Kawasan Wisata Pendidikan Lingkungan Hidup (KWPLH) Balikpapan. Tapi yakin deh, meski cumak enklosure, saya belum nemu kayak begini di Jawa. Letaknya di Jalan Soekarno Hatta Km. 23. Tapi kali ini saya nebeng bojo yang sedang tugas menjenguk pinggiran hutan hujan tropis dataran rendah. Hutan beneran. Berdasarkan vegetasi masih termasuk hutan primer alias alami alias perawan.  Masih thing-thing. 

Hutang primer yang saya kunjungi adalah Taman Nasional Kutai (TNK) yang luasnya 200.000 Ha. Meskipun masih perawan, hutan yang mencakup tiga wilayah yakni Kota Bontang, Kabupaten Kutai Timur dan sedikit Kabupaten Kutai Kartanegara ini masih tetap bisa dinikmati oleh turis. Nggak perlu khawatir babat-babat alas, karena Pemerintah Pusat dibawah Kementerian Kehutanan sudah menyediakan kawasan wisata Sangkima yang menjadi teras terluar dari TNK untuk para turis yang ingin menikmati sejumput hutan perawan ini. 

Menuju kemari cukup mudah karena letak kawasan ini ada di ruas jalan Bontang-Sangatta. Dari Kota Bontang hanya ditempuh sekitar 1 jam 30 menit. Harga tiket masuk ke kawasan wisata Sangkima ini juga tak mahal. Kami berlima hanya diminta membayar Rp35.000 saja. Jangan khawatir perut lapar, karena di luar kawasan sangkima ini ada satu warung yang menjual makanan seperti soto dan nasi kuning. Tapi saya berasa di Pantura ketika duduk di warung ini karena penjualnya memutar musik koplo keras-keras.  

Ada dua pilihan trek untuk menikmati hutan hujan tropis dataran rendah ini. Trek gembira atau trek uji nyali. Ya kalau datang bersama keluarga dan anak-anak, cukup lewat trek gembira yang jalan setapaknya dari papan-papan kayu yang dijejer. Jadi aman. Tapi kalau mau menantang nyali, silahkan pakai trek sling. Trek ini hanya berupa jalan tanah yang kalau hujan pasti becek dan sepulangnya pasti mendapat kenang-kenangan dari cucupan lintah. Jembatan untuk menyeberang sungaipun hanya berupa kabel sling baja ala Indiana Jones. Saya sih belum sempat mencobanya karena kawan saya bawa anak, jadi pilih trek gembira saja.  

Sebetulnya apa sih yang menarik dari hutan ini? Ya kalau orang yang sukanya piknik ke mall kayaknya nggak bakalan tertarik liat hutan. Karena selain cumak liat pepohonan rimbun juga nggak bisa pakai sepatu jinjit. Tapi bagi saya menjelajahi hutan ini seperti terlempar ke bagian Bumi puluhan juta tahun lalu. Trus tiba-tiba ada dinosaurus sama kadal raksasa. Ah kebanyakan nonton Cosmos. Untung nggak liat ular .. hiiiii. Salah satu yang membuat saya termenung adalah ketika saya memeluk pohon ulin raksasa yang umurnya 1000 tahun. Bangganya bukan main. 




Courtesy of Bonifasius Widyo Baskoro. Menuju ulin ini, saya harus berjalan sekitar 1 Km. Enggak melelahkan kok. Malah paru-paru saya terisi penuh oleh oksigen. Bebas dari asap knalpot.



   

   
Ulin ikonik dan fenomenal ini memiliki diameter sekitar 225 cm atau keliling 706 cm dengan volume 150 m3. Nah ulin ini tercatat sebagai pohon ulin tertinggi dan terbesar di Indonesia. Saya sudah selfie di samping pohon ini.

Sebelum masuk ke dalam hutan, Bojo memperingatkan saya untuk memakai aut*n agar tidak digigit serangga. Paling tidak enggak kena lintah. Jangan salah. Lintah disini ada dua macam. Lintah yang kalau ngisep darah nggak berasa diisep dan lintah yang sekali tempel sakitnya minta ampun. Lintah yang kedua ini biasanya hidup di daun. Jadi meski arah mata kita tertuju di bawah untuk menghindari cucupan lintah darat (kok lintah darah sih), jika bagian lain tubuh kita  kemana-mana, itu akan menjadi incaran mangsa si lintah daun .. auooooo.

Sayangnya pengunjung yang menikmati hutan primer ini beberapa masih belum sadar akan kebersihan. Di beberapa titik jalan setapak yang menyusuri hutan ini menuju pohon ulin, saya menemukan beberapa sampah yang sengaja di buang oleh pengunjung yang kurangajar. Ah .. sepet! Enggak cumak itu, saya juga menemukan coretan pahatan di kayu. Wah .. rasanya mah jleb. Susah ya ..

 


Courtesy of Bonifasius Widyo Baskoro. "Hutan ini harta kita karenanya harus dijaga dan dipelihara," kata embak-embak yang pakek baju ijo lorek-lorek. "Aku cinta kamu loooh ..," kata mas-mas yang pake topi ke embak-embak berbaju ijo lorek-lorek.






Atha Ajo
Pinggir lautan, ngantuk!!

<a href="http://indonesia-blogger.com">INDONESIA BLOGGER</a> 



Macak ayu sek, sopo ngerti ketemu mas mas.










Kamis, 25 September 2014

Antara Bukit Menangis dan Tugu Equator yang Kasatmata

"Jika kamu baru saja mengalami peristiwa tanpa logika, anggap saja kamu sedang bermimpi,"

Jadi saya kembali jalan-jalan aji mumpung. Mumpung suami saya tugas ke daerah, nah di situ saya ikutan nebeng jalan-jalan. Acara traveling kali ini agak-agak berbeda rasanya. Beda karena nyerempet-nyerempet yang diluar logika. Sampai sekarang pun masih bikin saya kepikiran, agak-agak merinding dikit. 

Kali ini saya ikutan ke Kota Bontang, 230-an km dari Balikpapan. Ada dua rute yang kami lalui menggunakan mobil taft keluaran 1996. Rute Balikpapan-Samarinda dilanjut Samarinda-Bontang. Perlu waktu sekitar 3 jam lebih sedikit menuju Samarinda dari Balikpapan. Secara mobil yang kami kendarai lajunya kayak kura-kura. Kapasitas mesinnya sih 2.700 cc, tapi masih kalah ngebut sama mobil sejuta umat yang cc-nya cumak 1.300. Enggak apa-apa, yang penting nyampek. 

Nah yang jadi persoalan adalah apa yang saya alami sepanjang rute Samarinda-Bontang. Rute ini memiliki banyak bukit terjal, cocok kalau pas berkendara nyanyi naik-naik ke puncak gunung tinggi-tinggi sekali sana sini banyak lubangnya. Eh tapi waktu kami lewat, lagi ada pengerjaan pengaspalan, deng. Jadi beberapa jebakan betmennya sudah ketutup. Semoga lain kali ketika main kesana lagi, jalannya sudah semulus kulit artis Korea.

Sebetulnya jarak Samarinda-Bontang lebih pendek dibanding Balikpapan-Samarinda. Menurut Google Map, Samarinda-Bontang hanya sekitar 116 Km dengan waktu tempuh 1 jam 45 menit. Dengan catatan tanpa macet. Mungkin Google Map lupa kalau jarak segitu bisa ditempuh tak hanya tanpa macet tapi juga kalau jalannya lurus. Menuju Kota Bontang memang tanpa macet. Tapi jalan-jalan terjal dan jebakan-jebakan betmen membuat mobil tua yang kami naiki berjalan seperti siput. Baru jalan beberapa ratus meter sudah nemu jebakan betmen. Jelas dong, waktu 1 jam 45 menit enggak mungkin banget ditempuh dengan kondisi jalanan seperti itu. Ah .. masak! Iyaaalaahh .. nyatanya kami berkendara hampir 4 jam lamanya hingga sampai hotel tujuan. Waktu itu, Samarinda ke Bontang, jalannya pas banyak perbaikan. 

Salah satu titik jalan yang membuat momok para pelintas adalah Bukit Menangis. Kemiringan jalan bukit ini (mungkin) hampir 20 derajat. Enggak cumak miring, tapi juga berkelok tajam. Kebayang kan mobil yang kami tumpangi meraung-raung untuk sampai ke atasnya. Kenapa disebut bukit menangis? Menurut Google searching, kendaraan yang lewat jalan bukit ini selalu meraung-raung seperti orang sedang menangis saat merangkak di tanjakan. Makanya disebut Bukit Menangis. Tapi yang bikin saya antusias adalah saya melihat Tugu Equator setelah melewati Bukit Menangis (kalau tidak salah). Mau mampir tapi kok capek. Jadi kami putuskan akan mampir pas pulang. 

Nah di sinilah masalahnya. Kami menemui masalah untuk menemukan letak atau posisi Tugu Equator saat berkendara pulang. Dari kami berempat, saya-suami dan dua orang kawan suami-istri, tidak ada yang melihat di mana letak tugu itu. Padahal saat lewat pertama kali, kami melihatnya dengan jelas papan nama yang dipasang persis di pinggir jalan. Apalagi Tugu Equator terlihat sangat jelas dari pinggir jalan. Bahkan kami tak jua menemukan papan nama petunjuk Tugu Equator. 

Enggak nyerah dooong. Maka sembari menuju Bukit Menangis (karena suami saya punya kepentingan untuk memotret kondisi jalan dan lalin di Bukit Menangis terkait tugasnya), kami pun semakin memelototi di manakah Tugu Equator. Manaaaaaaaa ... kok nggak nemu! "Jangan-jangan dah kelewatan," celetuk salah satu kawan saya. "Ah .. nggak mungkin, dari tadi aku melototi jalan. Kan mau motret bukit menangis juga .. ini bukit menangisnya kok nggak nongol-nongol," jawab suami saya. 

Lalu saya cek Google Map untuk mengetahui posisi berkendara kami. Hasilnya? Jarak tempuh kami menuju Kota Samarinda tinggal 35 Km lagi. Artinya Bukit Menangis dan Tugu Equator sudah tertinggal jauh di belakang. Lah terus Bukit Menangisnya ke manaaaa, kok nggak kerasa pas tanjakan.  "Harusnya kerasa loh .. ini kok enggak, lempeng ajaaa, nggak ada semacam tanjakan atau turunan paling terjal. Aku tuh pasti tahu kalau lewat Bukit menangis," kata suami saya.

Dan tiba-tiba kamipun melewati lokasi calon bandara Samarinda yang baru dibangun .. loooohhhh maksud loooo ?? Jadi total waktu tempuhnya dari Bontang sampai hotel di Samarinda cumak 1 jam 45 menit. Hebat kaaaannnn .. merinding disko dooong. Kami cumak diam. Sampai di pusat kota Samarinda kurang dari 3 jam berkendara.. ihiiirrrr. Padahal sempat juga mampir minimarket sekitar 10 menit.

So, dengan kondisi mobil yang tua dan jalanan yang seperti itu, kok nggak mungkin jarak tempuhnya cuman kurang dari 3 jam. Secara berangkatnya saja pas 4 jam perjalanan. Menurut informasi di Google, waktu tempuh dari atau ke Bontang rata-rata hampir 3 jam jika santai. Juga menurut suami saya, waktu tempuh yang kami alami agak janggal. Mengapa? Karena perjalanan santai menuju Bontang dari Samarinda tanpa macetpun setidaknya ya 3-jam an. Dan kami merasa tidak melewati Bukit Menangis dan tidak melihat Tugu Equator. Wah kasatmata dong.

Lalu teori konspirasipun berkecamuk di alam atas sadar saya. Mulai dari diculik alien barengan trus ingatannya dihapus, memasuki lubang hitam, ketemu segitiga bermuda, sampai pada teori dimensi waktu yang mampu membawa kami mempercepat waktu. Ah kebanyakan nonton ancient alien. Atau jangan jangan kami adalah saksi mata peristiwa ekstraterestrial trus didatangi agen K nya Men In Black. Mungkin juga kami menemukan jalan pintas kasatmata yang mempercepat waktu tempuh. Emaaaakkkkk .... atut.

Ya sudahlah .. daripada kepikiran, kami mengganggapnya sebagai mimpi. "Ada jalan lain nggak sih selain ini," kata kawan saya. Ehehehehehe ... cumak ini jalannya. "Tapi kok aku merasa nggak lewat sini ya kemarin, kayaknya jalannya kok beda," timpal suami kawan saya ini. Eheheheheh .... sudah nggak usah dibahas. Suami saya cumak geleng-geleng kepala. Bingung? Samaaakkkk...

Setelah kejadian "misterius" tadi, kami berempat membahas lagi apa sih yang sebenarnya terjadi. Tetap juga enggak ketemu penjelasan. Tapi beberapa cerita dari kawan-kawan memang menyiratkan kalau bisa saja pengendara mengalami kejadian aneh.

Setelah dipikir ulang, ada beberapa hal yang memang tidak seperti biasanya. Pertama, saya, suami dan kawan saya sepakat, kondisi jalan saat kejadian itu, sepi. Nyaris enggak ketemu kendaraan lain. Terlampau sepi untuk situasi di akhir pekan pada ruas jalan penghubung dua kota tadi.

Trus, kami berempat kok juga merasa ruas jalan datar-datar saja, nyaris tanpa naik-turun bukit. Juga banyak lempengnya, alias minim belok-belok. Juga enggak ketemu banyak jebakan betmen. Padahal kan enggak mungkin itu. Kok kami enggak nyadar yaaaks.. Hii.. Tapiii ya sudahlaah... Bingung juga kalau mikirin terus apa dan gimana-gimananya. Pokoknya pulang selamet..





Atha Ajo

BACA JUGA:
MENANTI KIRK HAMMET
<a href="http://indonesia-blogger.com">INDONESIA BLOGGER</a> 


                  

Rabu, 24 September 2014

My Beloved Himura



 “Sifat sejati manusia adalah kekerasan, dan dunia ini adalah neraka,” Shishio Makoto.


Bagi yang pernah jatuh cinta dengan sosok Kenshin Himura versi manga, siap-siap jatuh cinta lagi dengan Rurouni Kenshin versi live-action. Iya dong .. saya enggak nyangka manga Samurai X yang awalnya dianggap sulit untuk dibuat live-action’nya ini akhirnya sukses di live-action kan oleh sutradara Keishi Ohtomo. Bravo om!! Ini menjadi jawaban dari mimpi para penggemar manga dan animenya di era 90’an.  Dan saya gembira ketika sequel pertama dari trilogy Rurouni saya temukan dalam bentuk DVD (2012 akhir) .. sayangnya bajakan, yang asli belum beredar. Yang jelas karya Nobuhiro Watsuki ini sukses besar bikin saya ngayal ikutan jadi warga era meiji dan jatuh cinta sama Kenshin Himura yang bisa tiba-tiba menjadi konyol setelah beradu pedang dengan bengisnya.
 
Seingat saya, anime Samurai X ditayangkan Indosiar di pertengahan era 90’an. Tahunnya saya lupa. Yang jelas saat itu saya masih SMA. Masih imut-imut dan suka ngayal, masih belum paham pacaran tapi lebih senang nggebet. Masa itu adalah masa dimana cowok-cowok dorama menjadi idola kawula muda era 90’an. Cowok-cowok dorama loooh .. beda sama cowok-cowok di lapak sebelah. Nah saya’nya idola banget sama yang namanya Takuya Kimura. Ahh .. apa kabar binder saya yang banyak stiker mas takuyanya. Karena saya jatuh cinta sama mas Kenshin sekaligus aa’ Takuya, maka Takuya Kimura “kala itu” menjadi perwujudan Kenshin Himura versi live-action khayalan .. kalaa ituuuuuuu.

Alih-alih Kimura seperti khayalan saya, peran Kenshin pada trilogy 
Rurouni Kenshin diemban oleh Takeru Sato. Hasilnya? Sekali lagi saya jatuh cinta sama mas Kenshin lewat perwujudan Takeru Sato. Peran ikonik ini diwujudkan dengan nyaris sempurna oleh pemeran Kamen Riden Den-O ini. Sato sukses mewujudkan transisi Kenshin Himura yang konyol, rendah hati dan lemah lembut dalam bertingkah laku serta bertutur kata menjadi sosok Himura Battousai, pembunuh berdarah dingin, dalam sekedipan mata. Ihh .. kyuuutt!!

Sequel kedua trilogy ini, Rurouni Kenshin: Kyoto Inferno, mengejutkan saya karena ditayangkan di Bioskop. Harus nonton doooong. Dan saya sukses merayu suami untuk ikutan nonton film ini di bioskop. Jarang-jarang suami saya mau nonton film yang bukan buatan holiwud. Kyoto Inferno mempertemukan Kenshin dengan Shishio Makoto, seorang Hittokiri Battousai (pembunuh berdarah dingin), serta Juppongatana, kelompok samurai keji yang dibentuk Shishio. Kalau nggak tahu ceritanya, langsung nonton filmnya aja deh atau baca manganya. Bakalan panjang kalau dibahas disini. Di sequel ini, Kenshin harus berhadapan dengan Shishio dan Juppongatana (Ten Swords) yang berencana menggulingkan pemerintahan era Meiji.

Salah satu pertarungan seru yang saya nantikan di sequel ini adalah ketika mantan Battousai dengan luka X di pipi kirinya ini harus melawan salah satu Juppongatana kesayangan Shishio yakni Soujiro Seta. Sosok Soujiro Seta yang digambarkan sebagai lelaki muda berperawakan mungil dan tanpa dosa ini dimanifestasikan dengan apik oleh Ryunosuke Kamiki. Pokoknya kalau lihat Seta di jalanan nggak bakalan ngeh deh kalau ternyata doi memiliki ilmu pedang yang bikin geger seantero kota. Kata suami saya “Kok jalannya agak kemayu,” .. mbooohh!!

Namun bukan tokoh-tokohnya yang bikin saya gregetan dan nagih pengen nonton lagi. Film ini, baik sequel pertama dan kedua juga ketiga nanti, sama-sama menyuguhkan koreografi yang bagi saya sempurna juga rumit. Sequel pertama Rurouni Kenshin lebih banyak bercerita tentang transisi Kenshin dari Hittokiri Battousai menjadi Rurouni (pengembara) dan latar belakang pedang sakabatou’nya (pedang bermata terbalik). Baru di sequel kedua, Kyoto Inferno menyuguhkan pertarungan laga yang lebih rumit. Adu teknik pedang yang ditampilkan disini sangat fantastis tapi masih tetap realistis dan tidak berlebihan sehingga masih enak dinikmati. Tidak ada adegan terbang berlebihan dan bertarung di angkasa. Satu lagi yang membuat film ini keren adalah dialognya yang kuat dan berbobot. Tidak berlebihan layaknya pujangga tapi lugas.
 
Awalnya saya menebak-nebak bagaimana Sato dan kawan-kawannya mampu menyuguhkan pertarungan yang cepat dan penuh teknik. Setelah cari tahu sana-sini, ternyata film ini sama sekali tidak menggunakan CGI loh. Pure acting para pemainnya yang diperoleh dari hasil latihan koreografi selama beberapa bulan. Apalagi Ohtomo tidak begitu mengandalkan wire work dalam beberapa adegan laganya. Jadi ketika Sato loncat-loncat itu, bisa jadi memang dia loncat beneran tanpa kabel. Hebatnya lagi, Sato tidak menggunakan jasa stuntman dalam aksi guling-gulingnya. Ahh .. tambah kiyuuutt!! 

Lalu sebenarnya seberapa cepat sih gerakan koreografi adu teknik pedang yang dipertontonkan di laga ini. Apakah ini permainan kamera dan editing semata? Coba deh lihat behind the scenenya. Maka kamu bakalan tahu, bahwa koreografi adu teknik pedang yang dipertontonkan memang terdiri dari gerakan-gerakan yang cepat, gesit dan agresif.

Nah mumpung masih tayang di bioskop, nontonlah agar tidak menyesal. Meskipun subtitle Bahasa dan Englishnya agak susah dicerna, tapi nggak papa. Film ini patut ditonton. Jangan khawatir, cerita yang disuguhkan disini juga kuat, mungkin karena manga’nya yang keren duluan. Oke Sip ..



Atha Ajo
Ah .. apa kabar Takuya Kimura #eehhhh

 

     

Kamis, 03 Juli 2014

Aku Rapopo!!



Jadi ceritanya pada hari Kamis (3/06) saya mengalami kecelakaan beruntun. Puji syukur kehadirat Tuhan yang maha esa dan alam semesta, aku rapopo!! Enggak lecet sedikitpun meski kontal sejauh 2 meter. Sementara embak embak di sebelah saya yang ikutan terkontal mengalami cedera kepala karena tidak mengenakan helm. Dan harus di ct scan untuk mengetahui kondisi kepalanya apakah retak atau tidak. 

Berangkat dari kejadian yang bikin shock bukan kepalang ini, saya menjadi semakin aware sama yang namanya savety riding. Ini nggak cuman pake helm aja, tp juga pake perlengkapan lain yang dikenakan di tubuh. Meskipun kita tahu menggunakan savety riding tidak menjamin keselamatan nyawa seratus persen. Tetapi seenggaknya, savety riding mengurangi intensitas cedera lebih parah. Seperti kepala saya yang terlindungi helm ketika terantuk aspal, dan kepala mbaknya yang langsung bengkak dan harus di ct scan karena nggak pake helm.

Kejadiannya begitu cepat, ya iyalaahhhh (saat menulis artikel ini, pantat dan pinggang saya masih njarem, begitu juga siku). Saya nggak nyangka bakalan diseruduk mobil kecil dari belakang saat saya nyantai berhenti di lampu merah. Kalau tidak salah kejadiannya pukul 13.00 wib. Waktu itu saya berhenti sesuai petunjuk lampu merah. Lalu ada motor gede cc kecil yang 'kayaknya' berhenti di samping belakang kanan saya. Enggak berapa lama kemudian saya terpental ke belakang 2 meteran. Menurut analisa, si motor gede yang ditunggangi embak embak diseruduk mobil yang mana si motor gede nyerempet saya diikuti si mobil kecil yang ikutan nyeruduk saya dr belakang. Terpentallah kami berdua. Kata saksi mata, cara saya terpental mirip setengah salto, agak ngayang gitu. Bisa kali ya masuk cctv ..

Mendengar suara tabrakan yang begitu keras dan katanya ngeri, orang-orang langsung berhamburan ke tempat kami tergeletak. Saya hanya diam mengatur nafas agar tidak panik, dan dipapah ke pinggir jalan. Setelah itu saya baru sadar kalo diseruduk mobil dari belakang. Tapi tetep aja saya linglung. Saya cuma duduk-berdiri-duduk-berdiri-duduk. Dan ketika si penabrak (kayaknya si embak masih mahasiswa) keluar dari mobilnya, langsung saya sembur dengan makian. Apalagi si embak menabrak gegara sedang menerima telpon sehingga lengah saat menyetir. Beberapa orang menenangkan kami. Dan saya diberi teh manis oleh embak-embak pelayan restoran ayam goreng krispi .. enggak sekalian ayam sama nasinya mbak?? *nglunjak*

Karena si embak yang menabrak kami kooperatif dan mau tanggung jawab, kami cabut ke UGD sebuah rumah sakit dekat TKP. Sayangnya rumah sakit ini lambat memberikan bantuan. Mau ditunggu sampai kapan kami diperiksanya kok cuma dibiarin kleleran. Masa dokter yang nyamperin cuma bilang "Masih ingat kejadiannya nggak," dijawab "masih," eh dokternya malah ngloyor pergi sambil bilang "oh ya sudah," myeeeeeehhhhhh ... Karena urusan saya di rumah sakit sudah selesai maka saya pulang. Tinggal menunggu perbaikan motor yang pecah lampu belakangnya. Lagipula saya lapar karena belum makan selepas sarapan. 

Hikmah dari peristiwa ini adalah sehati-hati dan sesavety apapun kita berkendara di jalanan, kalau lagi apes ya apes. Kayak saya yang berhenti manis di lampu merah aja masih diseruduk dari belakang. Karena apes bisa datang kapan saja dan dimana saja, maka seenggaknya kita harus sudah siap. Pake helm kemanapun kita pergi meskipun tujuan kita cukup dekat dengan rumah. Si embak satunya yang cedera kepala tidak memakai helm karena alasan perginya enggak jauh dari rumah. Lalu jangan sekali kali mengangkat telepon apalagi sms kalau sedang berkendara. Karena saya yang enggak tahu apa-apa dan berusaha berkendara dengan hati-hati saja menjadi salah satu pengendara yang dirugikan atas kelalaian itu. Susah tidur telentang karena nyut nyut an. Sooo .. savety riding memang tak menjamin keselamatan nyawa 100%, tapi nggak ada salahnya kan kita mengantisipasi agar cedera yang dialami ketika apes tidak menjadi lebih parah. 

Ingat .. savety riding tak hanya berupa perlengkapan keamanan apa saja yang harus kita kenakan saat berkendara tetapi juga sikap dan perilaku berkendara yang benar dan aman.



Atha Ajo
*Njarem* 







Rabu, 25 Juni 2014

The Wicked



Kadang-kadang aku berpikir bahwa aku adalah anak adopsi. Ada hari-hari ketika aku yakin benar akan hal ini. Hidupku benar-benar payah!!

Contohnya pagi ini. Drama dimulai ketika aku meminta Ibuku untuk membelikan iPhone terbaru. Katanya penyihir tidak butuh teknologi seperti itu. Ibuku bilang kami hanya butuh telepati untuk saling memberi kabar. Tapi nyatanya sampai umurku menjelang 16 tahun, kemampuan itu juga belum muncul. 

Aku benar-benar kesal jika melihat anggota keluargaku dengan mudah cring-cring dan tiba-tiba punya barang baru yang keren-keren. Sementara kemampuan cring-cringku hanya sebatas menggerakkan gelas. Itupun hanya sepanjang 5 centimeter. Sepertinya aku tidak berguna. Payah!

Hampir semua temanku punya benda itu. Kecuali Jon, remaja kurus berkacamata dan berkawat gigi yang sudah setahun menjadi teman sekelasku. Kadang kami nekat mengajak cewek-cewek popular di sekolah untuk kencan, yang ujung-ujungnya kami babak belur karena dihajar pacar cewek-cewek itu. Mana bisa aku menyaingi pacar cewek-cewek itu jika aku tidak punya benda itu.   

Ibuku terus mengoceh betapa belajar di sekolah lebih penting daripada mengurusi benda yang katanya tak berguna itu. “Kau harus sekolah,” begitu kata Ibu.

Aku sebetulnya tidak ingin belajar di sekolah konvensional yang harus berbaur dengan para manusia. Aku ingin belajar dirumah seperti kedua kakakku yang tidak perlu repot-repot menyembunyikan jati dirinya. Atau belajar di sekolah penyihir seperti di buku Harry Potter. Tapi itu hanya karangan. Kami para penyihir harus berbaur dengan manusia.

Dan faktanya aku adalah penyihir terpayah didunia.

Namaku hanya terdiri dari empat huruf, Jedi. Karena sama-sama memiliki awalan J, aku dan Jon dijuluki si kembar moron di sekolah. Kalau kau tanya kenapa namaku hanya terdiri dari empat huruf itu, silahkan tanya kedua orangtuaku. Aku selalu berlatih setiap malam untuk menjadi remaja normal. Tapi ketika aku bangun, aku tetap berjalan membungkuk dan menunduk. Jika berbicara, kata-kata yang keluar hanya "Ya" "Tidak" "Mungkin" dan "Tidak tahu". Kurasa aku selalu gugup jika berbicara sampai suaraku terdengar parau dan mendesis.

Pernah suatu kali kami, Aku dan Jon, mendekati Hanna. Cewek popular di sekolah yang juga satu kelas dengan kami. Siapa tau salah satu dari kami beruntung. Tapi aku hanya berhasil mengucap kata hai dengan suara parau dan mendesis kepadanya sebelum pacarnya datang dan menghajar kami. Baiklah, itu sudah cukup. Hey .. aku tidak tau kalo dia sudah punya pacar.
"Apa yang kau pikirkan," tanya Jon sambil mengelus mulutnya yang bengkak.
"Tidak tahu," aku memang tidak tahu kenapa kami menjadi siswa yang dijauhi. 
"Ah .. kau selalu tidak tahu," lanjutnya meringis perih.
Sebetulnya semenjak berteman denganku, Jon menjadi anak terbuang. Jadi akulah masalahnya. Siapa yang tidak takut ketika sedang berbicara dengan anak remaja yang retina matanya berwarna merah. Jadi aku terpaksa menggunakan kontak lens berwarna hitam agar terlihat normal dan tidak menakutkan. Aku tidak tau Jon menyadarinya atau tidak kalau retinaku merah. Tapi setauku sih tidak. Karena Jon buta warna. Anak itu cukup beruntung bisa diterima di sekolah ini meski buta warna.

***

Sekarang sudah lewat makan malam. Dan kakak perempuanku belum pulang. Ibuku tak henti-hentinya mengoceh di depan Ayahku yang sedang asyik membaca koran. Ibuku masih khawatir dengan keberadaan pemburu yang senang membunuhi para penyihir. Tapi itu kan dulu. Para pemburu sudah tak terlihat lagi sejak dua abad yang lalu. Dulu mereka membunuhi siapa saja yang terbukti sebagai penyihir termasuk kami kaum penyihir putih yang sering kena getah karena ulah kaum penyihir hitam. 

Aku memutuskan untuk jalan-jalan sebentar. Melewati rumah Pak Robinson. Semacam ritual jika ibuku mulai mengoceh. Pria tua itu selalu duduk di teras rumahnya sambil membawa senjata laras panjang. Tapi malam ini tak tampak batang hidungnya. Aku pernah mengintip ke dalam rumahnya, dan pria tua itu menyimpan berkaleng-kaleng makanan. Sejak aku tertangkap basah suka mengintip isi rumahnya, kami menjadi tetangga yang tidak akur. Sampai-sampai mata pria tua itu tak pernah lepas mengawasiku ketika aku melewati rumahnya sampai aku menghilang di tikungan. Hey .. aku kan tidak punya niat mengambil makanan-makanan pria tua itu. Aku hanya ingin melihatnya, dan mencicipinya sedikit.

Aku tinggal di Saymore Lane, pemukiman sunyi yang lebih banyak pohonnya ketimbang rumahnya. Jalan aspal yang selalu basah karena embun dan kabut tipis yang selalu menyergap saat pagi dan baru menghilang menjelang siang. Satu-satunya hal menyenangkan dari total hidupku yang payah adalah tinggal disini. Ketika semua orang sedang terlelap, pemukiman ini menjadi semakin sunyi. Dan saat-saat itulah aku merasa lebih hidup. Aku bisa mendengarkan gurauan angin dan ranting. Dan aku merasa beberapa bintang diatas sana mengerti perasaanku yang sedang kacau. Kadang-kadang mereka mengirimkan bintangnya melesak melewati angkasa agar permohonanku terkabul. Yak .. Aku selalu memohon untuk menjadi manusia biasa saja.

Dan diujung jalan Seymore Lane ada sebuah rumah besar. Rumah itu selalu kosong dan gelap. Tapi kini beberapa lampunya menyala. Setahuku rumah itu dibiarkan kosong belasan tahun oleh pemiliknya. Misterius. Ketika aku tiba di depan rumah itu, aku melihatnya. Seseorang sedang berdiri di balkon lantai atas. Menyenderkan sikunya di pagar balkon dan dia sedang melihat ke arahku. Seorang gadis. Aku tidak tahu tentang gadis ini, tapi aku seperti mengenalnya. Hey tunggu .. jantungku mulai berdegup kencang. Bukankah gadis itu yang selalu hadir di mimpiku. Dan sekarang dia tersenyum .. aahhh manisnya. Bagaimana ini, aku tidak bisa bergerak. Aku tidak mau dianggap seperti orang aneh jika berdiri disini terus.


To be continue ..

atha ajo





Sabtu, 21 Juni 2014

Slavia



Lantas aku teringat akan janji yang kuberikan pada lelakiku. Untuk datang kepadanya sore ini. Aku menyingkap tirai kamar, ah awan sedang bergumul diatas, beradu siapa yang akan turun terlebih dulu. Sementara manusia-manusia jalanan sudah bersiap dengan peneduh.

Aku bergegas, mengejar asa sebelum runtuh oleh sangkala. Menuju jalan setapak Slavia, dimana di kanan kirinya berderet pohon linden atau lipa. Tubuhku menyusup diantara manusia yang tergesa-gesa, menghindari gerimis yang datang seperti pencuri.

Dalam pesan yang dia tinggalkan, dia menungguku di ujung jalan Slavia. Jalan yang selalu menguarkan pendar emas karena refleksi sinar matahari yang menyusup melewati sela-sela ranting dan daun pohon linden.

Aku menyusuri jalan setapak itu. Dimana lelakiku?

“Hai .. kau datang,” mendengar suara itu aku membalikkan badan dan dia berdiri disana. Itu lelakiku.

“Aku menantikan hari ini untuk meminjam hatimu,” katanya.  “Karena jatuh cinta kepadamu itu mudah. Aku ingin menghentikan sangkala, agar aku bisa bersamamu dalam abadi. Lalu aku akan berada disini, disampingmu. Jadi aku akan meminjam hatimu hari ini dan menjaganya di hari-hari esok,” ujarnya.

Dan aku mulai resah. Karena manusia hanya membuat janji. Meminjamkan hatiku? Apakah bisa ..

“Jika kau enggan meminjamkannya hari ini. Aku akan memintanya besok. Dan jika kau masih enggan, aku akan memintanya setiap hari Minggu. Agar aku bisa menjaga hatimu sejak permulaan hari,” ungkapnya.

Bagaimana jika hatiku kau rusak. Kau sayat dan perih.

“Karena aku tahu aku tidak akan merusaknya. Dan aku tidak akan berhenti sampai kau mempercayainya. Jadi jatuh cintalah kepadaku, karena aku akan memberikan hatiku Cuma-Cuma hanya kepadamu,”

Aku tertunduk. Jemarimu merengkuhku. Dan aku paham. 



Atha Ajo
*balada Jerry Mcquire