Translate

Sabtu, 19 Oktober 2013

Kampung Halamanku Hilang Part I

"Ketika kampung halaman berubah menjadi penuh keglamoran, maka rasa kangen itu perlahan sirna"
 
Ini menjadi kali keempat saya pulang ke tanah kelahiran Yogyakarta di tahun 2013. Seharusnya saya gembira ketika ada kabar bahwa saya harus pulang ke Jogja. Tapi nyatanya kok enggak. Bagi saya yang merantau jauh di pulau seberang, pulang kampung itu akan menjadi ideal jika dilakukan maksimal dua kali setahun. Tapi karena saya tidak diperbolehkan "sendirian" di tanah perantauan selama sebulan sementara sang suami tugas di luar, maka saya dipaksa untuk pulang lagi. Ya wess antara senang dan galau.

Ada banyak yang membuat saya galau. Dan semakin gelisah ketika kembali ke kota yang telah membesarkan saya ini. Aduuuhhhhh ... dulu enggak kayak gini loh kotanya. Itu salah satunya. Saya sudah tidak merasa nyaman lagi untuk berlalu lalang di kota yang istimewa ini. Ah apa iya masih istimewa? Yakin?  Embooohhh ...

Zaman dahulu kala, enggak kala kala banget, saya masih mendapati jalan malioboro mulai menghijau meski dilanda macet. Setidaknya perubahan kecil pada pot-pot tanaman dan lampu taman di pinggir jalan itu mampu memanjakan mata di tengah riuh knalpot dan polusi. Tapi saya kaget tatkala pot-pot beserta tanaman dan lampunya hilang. Rata. Sepet.

Kali ini saya dijemput rombongan saat tiba di bandara. Untungnya jalanan enggak macet parah. Mungkin karena hujan. Ada banyak gedung-gedung asing yang sama lewati selama perjalanan pulang kerumah. Lalu beberapa bangunan berubah fungsi. Ada beberapa hotel baru. Perkembangan cafe dan tempat tongkrongan pun begitu masiv. 

Parahnya semakin banyak pengendara yang mencoba menjadi Rossi. Emangnya ini jalanan sirkuit milik nenek loo?? Lampu traffic light sudah berubah menjadi traffic sirkuit. Sekalinya ijo, beberapa pengendara langsung tancap gas poll ngepot, cepet-cepetan siapa yang nyampe duluan ke traffic light berikutnya.  Belum lagi kalau macet. Jakarta wannabe kayaknya. Banyaknya pengendara (mobil dan motor) tidak diimbangi dengan lebar jalan yang sempit.

Lalu saya mendapat kabar dari keluarga saya. Mereka mewanti-wanti saya untuk berhati-hati ketika berada di jalanan pada malam hari sendirian. "Jangan keluar malam ya, Jogja sekarang sudah berubah, enggak kayak dulu. Makin banyak yang nekat di jalanan kalau malam," kata Mamah saya. Mereka lantas bercerita jika beberapa waktu lalu ada orang yang berusaha memalak sepupu saya di depan rumah. Iya di depan rumah. Tapi untungnya upaya itu gagal.

Saya gelisah dan sedih. Apa iya kota yang mengajarkan saya tentang "unggah-ungguh" ini sudah sebegitu berubah. Semoga belum benar-benar hilang. Semoga cuma ketlingsut. 



Salam Jogja Istimewa, 
Dibawah naungan lampu teplok dan secangkir teh nasgitel  

  

 

 

Minggu, 13 Oktober 2013

Sekali Elus, Wajahmu Hilang Separuh

Saya selalu gemas jika melihat beruang sedang leyeh-leyeh atau berjalan. Area pantatnya bergoyang bak peragawati. Salah satu jenis beruang yang saya gandrungi adalah panda. Dengan mata hitamnya yang memancarkan keluguan, saya selalu ingin mengelusnya. 

Di tempat saya tinggal, Balikpapan Kalimantan Timur, ada satu konservasi untuk untuk "penyembuhan mental" beruang. Yang jelas bukan panda atau beruang grizli yang dikonservasi disini, melainkan beruang madu. Binatang ini merupakan yang terkecil di dalam keluarga beruang. Warna bulunya hitam legam. Sementara area dadanya yang membentuk huruf V berwarna coklat terang. 

Kenapa beruang madu perlu dikonservasi? Karena ada banyak sekali kasus yang tidak berperikebinatangan terjadi pada binatang imut-imut ini. Banyak orang-orang (tentunya yang punya duit) memaksa beruang madu untuk menjadi hewan peliharaan. Tau sendiri kan jika beruang itu membutuhkan area seluas beberapa hektar sebagai area jelajah dirinya dan keluarganya namun tiba-tiba dikurung di kandang sempit ukuran 2x2 cm. 

Enggak sampai disitu saja penderitaan beruang-beruang peliharaan ini. Entah dengan tujuan apa, si pemelihara secara sengaja mencabut kuku-kuku beruang madu peliharaannya. Bahkan gigi taringnya ikut ditumpulkan. Ah biadap. Nah berangkat dari penderitaan ini, maka dibuatlah enklosure untuk memulihkan trauma beberapa beruang madu yang mengalami siksaan fisik dan batin. Duuhh .. enggak mikir tuh si manusia-manusia serakah.


Area melihat beruang madu. Si embak berbaju biru sedang menerangkan apa yang harus dilakukan oleh pengunjung saat melihat beruang madu.



Kalau enggak salah enklosure ini memiliki luas 13 hektar. Ada lima (nanti saya pastikan lagi berapa jumlah pastinya yaa) beruang madu yang dipulihkan mentalnya disini. Dan ada satu beruang madu yang masih dikarantina karena trauma psikis akibat disiksa pemiliknya. Yang jelas, beruang-beruang ini sudah tidak bisa dilepaskan lagi di alam liar. Insting mereka sebagai binatang liar sudah tumpul. Kasihan ya ...

Enklosure inipun lalu menjadi wisata pendidikan. Saking jatuh cintanya dengan beruang madu, saya selalu kembali ke enklosure ini bersama suami saya melihat beruang-beruang lucu dan imut. Rasanya ingin memeluk si item manis itu. Tapi meskipun bodinya mungil, sekali dielus sama si beruang bisa bikin wajahmu hilang separuh. Jangan salah, beruang madu aslinya memiliki "cakar" yang panjang yang mampu mengoyak daging.


Yoooooo panjang siapaaa lidahnya ....

Salah satu sudut di rumah edukasi. Karena lumayan gedhe, maka saya, mamah dan kakak istirahat di bangku yang disediakan.

Pengetahuan yang disajikan di rumah edukasi ini sangat informatif.

Disini anak-anak akan bertambah wawasannya tentang beruang madu. Cihuiiiii ... senang liat mereka penasaran. Ketimbang cuma gadgetan terus.



Jarak tempuh dari pusat kota Balikpapan ke enklosure ini sekitar 45 menit. Gampang kok nyari tempat ini karena lokasinya berada di jalur menuju Samarinda di Km 28. Lalu ada plang dan patung beruang madu dengan tulisan wisata enklosure beruang madu. Oh iyaa .. jika kemarin untuk melihat bagaimana tingkah laku si item manis, maka datanglah tepat saat jam makan tiba yakni pukul 09.00 pagi atau pukul 15.00 sore. Pada jam-jam ini, kita bisa menyaksikan si beruang madu asyik mencari makanan yang disebar oleh petugas. 

Tapi enggak sembarang kita bisa melihat beruang madu. Mengingat tempat ini adalah enklosure, maka ada beberapa peraturan yang harus dipatuhi agar si beruang madu tidak merasa terancam oleh kedatangan kita. Pertama, kita tidak boleh berisik. Tau sendiri kan masyarakat kita sering heboh sendiri jika melihat sesuatu yang unik. Kedua, tidak boleh merokok saat sedang berkeliling melihat aktivitas beruang madu. Ketiga, tidak boleh kasih makan si beruang madu. Keempat, tidak boleh membawa makanan dan minuman. Jadi nikmati saja polah tingkah beruang madu. 

Nah tempat kita melihat pun dirancang sedemikian rupa agar si beruang madu tidak merasa terancam oleh kehadiran manusia. Yang jelas area beruang madu dibatasi oleh pagar kawat yang kokoh. Dan kita melihatnya melalui jalan setapak dari kayu yang dibangun 2-3 meter diatas, tentunya di luar pagar. Jadi kita bisa melihatnya dari atas. Jalan setapak ini mengitari seperempatnya hutan mini yang menjadi rumah bagi beruang madu yang dikonservasi.


Foto bersama beruang imut.

Peringatan dilarang kasih makan beruang ditempel dimana-mana.

Nah ini jalan setapak mengelilingi enklosure untuk melihat beruang madu dari atas.



Enggak hanya itu, di area ini ada beberapa bangunan lamin (rumah adat Dayak) yang difungsikan untuk berbagai macam acara. Salah satunya digunakan untuk sarana edukasi. Ada banyak informasi tersaji di ruang edukasi ini. Mulai dari jenis makanan si beruang madu hingga pengetahuan detail tentang habitat asli beruang madu. Ada juga papan kuis yang akan menguji pengetahuan kita tentang beruang madu. Lengkap pokoknya. 

Tidak dipungut biaya untuk berkunjung ke enklosure ini. Kita hanya diminta untuk menjaga kebersihan dan menghormati peraturan yang sudah ditetapkan. Jadi jangan war-wer buang sampah sembarangan. Kalau didekat kita pas enggak ada tong sampah, simpan dulu sampai nemu tong sampah. Nah jangan kaget jika area konservasi ini banyak berkeliaran kucing-kucing gemuk. Di salah satu sudut lamin ada rumah kucing yang menampung kucing-kucing liar. Jika kalian pecinta kucing, bisa adopsi kucing disini.

Enggak pernah bosan untuk kembali ke tempat ini. Saya sudah berkali-kali. Bahkan punya boneka beruang madu persembahan suami saya .. haha. Bakal kembali lagi .. pasti. 


Salam dari alam liar, 

    

Sabtu, 12 Oktober 2013

Sabak Digital dan Konferensi Meja Bundar

Semakin modern, semakin individual. Ini sih teori ngawur saya. Modern dalam tataran dunia sekarang ini dalam pengertian saya merujuk pada teknologi gadget. Masalahnya saya sering dibilang tidak modern karena tidak memiliki gadget seri terbaru. Gadget paling canggih yang saya miliki adalah Galaxy Wonder terbitan negeri asal Super Junior yang masih berada di level roti jahe alias versi gingerbread. Saya masih pikir-pikir untuk membeli gadget versi terbaru. Selain harganya bikin boros dompet, hape saya yang lama masih bisa dipakai. 

Yang terjadi saat ini adalah para muggle sedang gandrung dengan sabak digital berbagai ukuran. Ini bukan sabak era R.A. Kartini yang digunakan untuk belajar menulis menggunakan kapur. Nah gara-gara tak memiliki benda ini, saya dilabeli tidak modern. Ah modern apa enggak, toh saya masih bisa sms'an sama Whatsapp'an plus telponan. Ada sih emba-embak make tablet buat telpon ditempelin di kuping. Aneh gitu ngeliatnya.

Pada perkembangannya, benda ini mampu menaikkan gengsi pemiliknya. Cuma sekedar ditenteng di tangan aja udah bikin pamor naik kok, padahal orangnya bawa tas gedhe. Atau saya-nya aja kali yang iri dan dengki karena enggak punya tablet. 

Pernah suatu kali niat banget untuk beli dengan alasan memudahkan membaca email kerjaan dan kesigapan orderan menulis review dari bos Jepang pujaan hati. Dana udah ada tapi niatnya ilang. Gegara terlalu pikir panjang. "Buat apa?? .. kalo cuma buka email kan masih bisa pakai yang gingerbread. Masak iya pas jalan-jalan mau nulis juga. Mendingan pakai notebook kalau buat nulis," begitu kata hati nurani. Cieeehhh aseloleee ..

Virus-virus sabak digital ini rupanya sudah menjangkiti semua usia. Anak-anak usia SD pun sudah menenteng tablet kesana kemari. Buat apaaaa??? Yang jelas buat mainan. Sementara yang remaja labil menggunakannya juga untuk mainan selain untuk media sosial. Sedangkan orang dewasa menggunakannya untuk mainan, bersosialisasi, dan kerjaan. Ini lagi-lagi teori ngawur saya sesuai dengan apa yang saya lihat sekilas.

Iyaaaa .. enggak salah. Saya cuma risih tatkala mata orang selalu tertuju pada layar tablet dimanapun mereka berada. Enggak ada kerjaan lain apa. Para muggle seperti sudah diguna-guna oleh benda ini. Saya bilang kecanduan, sampai-sampai lepas sedetikpun bakal bikin galau hati. Pernah saya ngeliat mas-mas parlente di sebuah rumah makan. Kayaknya sih pegawai kantoran (mainstream banget sih pikiran saya). Emangnya kalo make kemeja lengan panjang pas body terus dimasukin celana kain yang pas body juga itu orang kantoran? Siapa tau cuma iseng make kostum ala kantoran. 

Si mas-mas datang bersama embak-embak ala Girls generation, kostum bulu-bulu dan rambut bergelombang coklat muda. Gampang diduga, setelah duduk lalu pesan makanan dan keluarkan gadget. Wah kayaknya bos neh. Ada Blackberry, Apple, dan tablet Samsung berjejer di meja kayak mau jualan (buka toko mas?? iiiihhhh iriiii iriiiiii). Hapal kan saya. Ya iyalah orderan menulis review tentang gadget, gimana enggak hapal. Keduanya sibuk luar biasa sama gadgetnya masing-masing. Setiap menit gadgetnya dilihat satu persatu. Bos dooooooooonggggg. 

Pas saya lewat kebetulan gadgetnya nyala semua. Ketahuan dong sibuk ngapaiiiiiiiin. Enggak tahunya mas-nya sibuk mainan di tabletnya, trus nge-twiter di gadget lain, dan facebookan di gadget satunya. Sementara si embak sibuk mainan Angry Birds. Duuhhhh segitunyaaaa sibuk. Saya juga sering begitu kok, tapi kalo pas lagi nunggu pesawat di ruang tunggu. Itupun kalo sendirian dan pas komik yang saya baca habis.

Paling menguras perhatian jika saya menemui "konferensi meja bundar" di sebuah cafe. Para muda-mudinya yang mengelilingi meja bundar asyik dengan gadgetnya sendiri-sendiri. Nah loh mereka lebih memilih memasang status atau mainan ketimbang ngobrol. Hanya sesekali terucap "Eh aku pasang status loohhh kita lagi disini ... komen dong komen dong," Laaaaaaaa (iyaa saya tahu, nguping sama ngintip itu enggak boleh. Tapi kan bukan salah saya kalau itu terlihat dan terdengar dengan jelas. Iya kaaannn).

Pada akhirnya, bagi saya, keberadaan sabak digital dan gadget lainnya menjadi berlebihan ketika kehadirannya menyita perhatian dan menginterupsi interaksi (komunikasi) lisan antar sesama. Dimana saya menyimpulkannya sekilas sebagai dua orang atau lebih saling bercaka-cakap sambil bertatap muka. Tentunya artinya lebih luas dari ini kalau mau dibahas. Kuliah dah jadinya. Baca aja buku Komunikasi yaa. 

Ah saya lantas ingat .. pantas saja kampung halaman saya sepi. Permainan-permainan tradisional yang melibatkan anak-anak sudah punah digantikan dengan permainan modern di sabak digital. Kalaupun para anak ini ketemu, bawaannya tablet dan sibuk sendiri ngejogrok duduk melingkar di pojokan. 



Salam Damai   

     
  

     

   

Liar di tengah kota

Ketika saya menerima kabar ihwal kepindahan suami saya ke Balikpapan, saya lantas merenung. Balikpapan yang merupakan bagian dari Kalimantan Timur ini masih dianggap sebagai daerah tertinggal. Kepikiran dong. Bukan karena Balikpapannya, tapi karena Kalimantannya. Kebiasaan orang kalau ada kerabat atau teman yang akan pindah ke Borneo pasti nanya "Wah enggak bisa nge-mall lagi nehh," atau "Trus disana nanti kalau mau ngirim-ngirim gimana, ada kantor pos nggak?"... lainnya "Lah nanti disana ada tetangganya nggak?". 

Cukup was-was saat ditanya itu. Tapiiiiiiiii ... salah semuaaa. JNE sama TIKI aja sampe sini, apalagi kantor pos. Mall? Ada dooong. Malah mau nambah dua super mall, jadi totalnya ada 5 mall. Bioskop? Adaaaaaaa, dua XXI sama Megablitz. Balikpapan memang kota kecil, tapi gedenya se-kabupaten. Ramenya cuma di pusat kota aja. Sayangnya modernnya hanya sampai disitu saja. Dengan tingginya hiruk pikuk kota, saya justru mendambakan hiburan yang senyap. Dimana saya merasa benar-benar sedang di Kalimantan.

Pertama kali menginjakkan kaki di Balikpapan, saya sudah merancang plesir ke sudut-sudut kota ("Kerjaaaaa dulu .. maen muluuu," saut suami). Salah satu area yang langsung saya datangi bersama suami adalah Somber. Apa itu? Saya menyebutnya sebagai konservasi mangrove yang terletak di sepanjang sungai somber kariangau Balikpapan. Wilayah ini dulunya pernah dibabat habis hingga gersang. Tapi berkat aktivis lingkungan setempat, hutan mangrove bisa diselamatkan hingga menjadi daya tarik liar di tengah kota. 

Tak susah menuju ke konservasi mangrove ini. Hanya butuh waktu setengah jam berkendara jika kondisi jalan tidak macet. Jika kamu berada di luar borneo, ya pasti harus terbang dulu dong. Minimal naek kapal lah dari pulau Jawa. Lokasinya berada tidak jauh dari pelabuhan Kariangau. Menuju kemari, saya harus melewati perumahan dempet dengan lebar jalan tak lebih dari dua mobil mepet. Saya tak menyangka jika di ujung perumahan ini menyimpan setitik keliaran. Lalu setelah beberapa menit berlalu, terkuaklah kekayaan alam Kalimantan di tengah kota yang berhasil dikonservasi.

Salah satu sudut konservasi mangrove di sungai somber. Untuk videonya klik link dibawah ini.
https://www.facebook.com/photo.php?v=2292203138493&set=vb.1051459452&type=3&theater   


Siapapun pasti akan mengamininya bahwa kawasan ini menjadi kawasan yang tidak terlupakan saat  melihatnya pertama kali. "Wooaaoow .. woaaooaa," kata saudara saya yang pernah saya ajak kemari. Ahh ndesooo ... di kota nggak ada kan. Coba kalau di Jogja cuma ada Code. Setelah melihat deretan perumahan, saya seperti melewati pintu tak kasat mata menuju konservasi mangrove. Suasananya begitu kontras, mendadak masuk ke dunianya Indiana Jones. Saya langsung disuguhi jejeran pohon mangrove berbagai macam ukuran yang saling merapat. Ada jalan setapak dari kayu yang mengantar saya pada dermaga mini, tempat perahu kayu ditambatkan. Nah saya akan menyusuri sungai somber menggunakan kapal kayu bermesin untuk menikmati dinding mangrove. 

Disini saya menunggu kapal kayu yang akan membawa saya menyusuri sungai somber sambil lihat bekantan.



Hingga hari ini, aktivis lingkungan setempat semakin giat menanam mangrove. Asli enggak ada campur tangannya pemerintah. Butuh bertahun-tahun untuk mengembalikan keasrian lingkungan setempat seperti semula. Kata pak Agus Bei, penggiat pondok sahabat mangrove sekaligus perintis konservasi mangrove ini, kondisi mangrove disini sempat meradang karena ditebangi oleh penduduk setempat. Akibatnya jika hujan, banjir dimana-mana. Jika ada angin lesus, kesapu deh rumahnya. Nah berangkat dari derita ini, Pak Bei yang kebetulan menjadi ketua kelompok penggiat mangrove dan RT setempat merintis konservasi mangrove hingga seperti sekarang. "Wah ngajakin penduduk sini buat merintis ini susah mbak, tapi akhirnya mereka sadar dan mau juga," katanya.  

Oh yaaa .. agaknya tempat ini juga cocok untuk foto pre-wedding bareng buaya. Jangan salah .. wilayah ini menjadi habitat yang tepat bagi buaya. Waktu keluarga Jogja berkunjung dimari, salah satu kakak mengaku melihat mata buaya yang nongol. "Halaahhh ... nggak papa mbak. Cuman diintip buaya. Paling cuman segede komodo," eehhhh cumannnn .... komodo kalo nyabet pake ekornya, masuk rumah sakit juga kan kita.

Saya selalu mendatangi konservasi ini sore hari karena tidak mau kehilangan momen untuk bertemu dengan bekantan. Benar .. selain habitat yang cocok untuk buaya, mangrove juga menjadi rumah bagi bekantan. Kadang-kadang jika sedang beruntung, kita bisa melihat rombongan bekantan dari pondok mangrove. Nah saya juga berkesempatan melihat kuntul (kalau nggak salah) dan burung yang lalu lalang di udara. 



Jalan setapak

Lorong mangrove yang selalu saya kagumi ketika datang kemari.

Somber mengejar bekantan.

Saya tidak tahu binatang apa saja yang berenang di bawah kapal kayu yang saya tumpangi.

Saking cintanya dengan tempat ini, saya kembali lagi beberapa kali. Tentu saja dengan suami dan keluarga saya. Setidaknya saya bisa menikmati seujung kuku pedalaman Kalimantan. Enggak perlu ke Kayan Mentarang. Selain lokasinya jauuuuuuuuuuuuuuuuuhhhhhhhhhhh .. juga berat di ongkos. Masak iya kapal nelayan di Kayan Mentarang pake bensin harga Rp25.000 per liter. 

Kalau saya sih gratis berkeliling dengan bapak-bapak aktivis lingkungan ini yang kebetulan penduduk setempat. Tapi karena rasa kemanusiaan, ke-lingkungan-an dan sosial yang tidak bisa diacuhkan, maka saya memberikan sumbangan secukupnya (yah untuk ganti biaya BBM). Deru mesin kapal yang ngalah-ngalahin suara helikopter itu berhenti di keramba yang dibudidayakan oleh mereka. Disini saya baru ngeh jika ikan nila bisa dibudidayakan di air payau. Kata kakak saya rasa ikan nila begitu enak. Bikin gembrobyos. 

   



Keramba budidaya berbagai macam ikat air tawar yang di air payaukan.


Jadi jika kalian sedang berkunjung ke Balikpapan, jangan lupa untuk berkunjung ke tempat ini. Enggak ada yang secakep ini deh. Asli .. enggak pake palsu. Jangan cuma ke mall. Mall nya sini masih kalah sama mall-nya Amplas Jogja. Kalau keliaran alamnya, enggak perlu dipertanyakan lagi.



Salam liar


  

Kamis, 03 Oktober 2013

Balada skinny jeans dan testoteron

~Ketika testoteron dibalut skinny jeans, maka saya langsung memejamkan mata~


Beberapa tahun belakangan ini, dunia lelaki mendadak berubah total. Entah bermula darimana, trend berbusana para lelaki semakin beragam. Tapi saya yakin, perubahan wujud busana kaum testoteron ini pasti dipengaruhi oleh trend berbusana pria Korea Selatan yang terwujud dalam boyband dan tv serialnya. Yakin deh, kayaknya Mas Brad Pitt enggak gitu-gitu amat soal gaya fashion street'nya. 

Saya lantas mengamati berbagai macam video klip grup vokal pria asal Korsel, juga serial TV nya. Pun saya juga membuka gaya berbusana jalanan artis-artis pria Korsel yang di-candid-camera. Dari skinny jeans super ketat hingga legging bercorak dikenakan oleh pria muda. Yak .. dan saya melihat pria-pria Korsel lokal dimana-mana. Satu koleksi yang paling pasti diterapkan dalam gaya berbusana pria lokal masa kini yakni slim jeans dan skinny jeans. Ah tapi saya lupa, ternyata virus jeans ketat hingga super ketat ini juga menjangkiti para lelaki barat. 

Eh tapi tak semua deng, saya jarang menemukan foto-foto candid street style dari seleb macam Brad Pitt, Aston Kutcher, Orlando Bloom, Johny Deep hingga David Bekham mengenakan skinny jeans. Mereka sangat-sangat manly baik dari gaya berpakaian hingga gesture tubuh. Ouw ouw ... yang jelas gaya jeans mereka manly, tidak ketat juga tak gombrong. 

Bahkan saya menemukan foto candid Orlando Bloom hanya mengenakan celana kolor hitam jalan-jalan di NYC dan tetap terlihat eye catching. Well Orlando Bloom goes shirtless in NYC just because He can. Sebetulnya saya ingin mengunggah foto-foto street style mereka juga si Bloom yang shirtless, tapi takut terjerat undang-undang Hak Cipta. Hanya sekedar memberikan pandangan dari kacamata saya yang subjektif tentang bagaimana pria itu harus berdandan. Rumusnya adalah less is more.

Setelah saya googling sana sini, sebenarnya trend skinny jeans awalnya diperuntukkan untuk kaum Hawa. Namun makin lama makin banyak pria muda beraliran emo/punk yang ikut mengenakannya (enggak semuanya sih). Umumnya skinny jeans pria ini akan lebih longgar di area selangkangan. Namun belakangan model skinny jeans pria semakin ketat dari pinggul, selangkangan hingga mata kaki. Nah makin kesini, semakin banyak pria muda yang sedang tumbuh kembang mengenakannya. 

Lalu bagaimana dengan gaya berbusana pria lokal? Sedikit banyak skinny jeans menghiasi kaki-kaki tak sedikit kaum kromosom-Y muda baik di tayangan televisi hingga dunia nyata. Nyatanya beberapa hari lalu ketika saya bertandang ke Samsat, saya melihat pria muda ber skinny jeans. Lalu ketika sedang nge-mall, makin banyak kaum testoteron yang membalut kakinya dengan skinny jeans sehingga bagian tengahnya menonjol tak karuan. Salah? Enggak. Saya cuma agak risih melihatnya, kasihan kan tertekan. Bisa streesss loh area itu.

Tak susah menemukan skinny jeans untuk pria di pusat perbelanjaan. Saya menemukan hampir semua merk dari yang terkenal hingga merk yang namanya belum pernah saya dengar menawarkan skinny jeans saat saya menemani suami saya mencari jeans baru. Setelah mencari-cari model jeans di konter merk-merk terkenal, saya menyerahkan beberapa model jeans yang salah duanya adalah skinny jeans dan slim jeans. Pengen dong liat suami pakai dua model itu. Apakah akan mirip anggota Suju atau malah mirip dakocan. Oh ya, jangan pelit-pelit jika ingin membeli jeans karena ada harga ada kualitas.

"Istriku .. ini aku enggak bisa jongkok. Ngganjel di tengah. Trus ini gimana toh," kata suami saya saat keluar dari bilik kamar pass. "Kamu kok malah ketawa toh," kata suami saya. Hati ini malah tercabik-cabik karena suami saya lebih mirip dakocan ketika mengenakan skinny jeans. Ah memang lebih pantas pakai model original saja, manly nya kelihatan. "Kamu kalo milihin jeans bsok jangan yang aneh-aneh lagi ya," katanya. 

Memang .. hanya segelintir pria saja yang mampu mengenakan skinny jeans dan slim jeans dengan elok. Jadi jika kalian para pria ingin mengikuti arus gaya berbusana masa kini, lihat-lihat dulu ya. Jangan sampai uptodate tapi malah kayak dakocan. 


Can Dakocan keserempet delman, bukan salah kusir, dakocan tak mau minggir

 

04 Oktober 2013
Cerita dibawah kepungan skinny jeans
 



 

Ekspedisi Tanah Merah ~Hutan pinus di bibir pantai~

Pernah bermimpi mendatangi tempat-tempat eksotis ala The Lord Of The Ring? Atau Narnia yang penuh peri? Mungkin tempat seperti yang terwujud dalam laga Twilight? Nahhh kalian tak perlu jauh-jauh ke New Zealand. Tak perlu ke hutan pinusnya dimana Mas Cullen tinggal. Cukup datang saja ke Tanah Merah, niscaya kamu juga akan ketemu sama Edward Cullen lokal. 

Dimana Tanah Merah? Apa itu Tanah Merah? Ini adalah pantai. Namun tak sembarang pantai, karena pantai ini memiliki hutan pinus yang menjulang tinggi beberapa belas meter. Pertama kali datang ke lokasi obyek wisata ini, saya tak henti mengucap "Wow" sambil koprol saking girangnya. Lalu saya mendongak, menyisir rimbunnya atap dedaunan nun jauh diatas. Kali-kali aja ada Mas Cullen lagi nangkring di atas pohon pinus. Dan benar saya melihat Mas Cullen lokal sedang menyisir poni lemparnya, bukan diatas pohon tapi diatas motor. Tapi makin lama diliat kok makin mirip vokalis Kangen Band lawas yaaa.

Tak mau lama-lama merusak mata dengan pemandangan poni lempar, saya lantas mengalihkan perhatian ke arah lautan lepas yang landai. Sejenak saya merenung, kenapa dinamai Pantai Tanah Merah. Mana merahnya. Semuanya hijau. Ah peduli amat dengan asal namanya. Yang penting saya bisa menikmati kedamaian di hutan pinus berpantai yang terletak di Samboja ini. 






Dari pusat kota Balikpapan Kalimantan Timur, lokasi Pantai Tanah Merah hanya berjarak 60 Km atau sekitar 2 jam perjalanan darat. Jika kalian kebetulan sedang berkunjung ke Balikpapan, sempatkanlah kemari. Saya jamin enggak bakal menyesal. Kondisi jalan menuju kemari pun masih normal untuk ukuran Kalimantan.

Kenapa? Karena semua yang kalian rindukan tentang alam ada disini. Nyanyian alam menjadi paduan suara yang menarik. Yang jelas bikin saya ngantuk. Ya iyalah .. saya disini disuguhi paduan suara dari deburan ombak, angin bergemerisik diantara sela-sela pohon pinus, dedaunan yang saling bergesek, cit-cit'an burung, dan suara-suara binatang lain yang menambah merdu. Nah saya juga dimanja oleh belaian angin sepoi-sepoi. Ngantuk sudah.

Saya riang menemukan tempat ini karena sepi. Hanya segelintir anak-anak muda pacaran yang nampak di pantai ini. Terkadang, Pantai ini juga digunakan untuk kemah pramuka. Ada beberapa gazebo yang bisa dimanfaatkan untuk sekedar istirahat. Saya merebahkan tubuh di gazebo ini. Ketika mata terpejam, saya tertegun karena kekuatan alam yang penuh energi positif langsung merangsek ke tubuh saya. Begitu sejuk dan mendamaikan pikiran dan hati. Jadiiii jika kalian butuh kedamaian, carilah tempat-tempat seperti ini. Jangan cuma main ke mall yang akan semakin membuat sakit hati.

Ini Gazebo yang saya gunakan untuk istirahat.




Tak hanya gazebo, beberapa meja kayu yang diapit kursi kayu tersebar di seantero pantai ini. Sayangnya beberapa diantaranya rusak. Saya dua kali bertandang ke Pantai Tanah Merah. Jika kalian menanyakan hari apa yang cocok untuk berkunjung di obyek wisata ini, saya akan menjawabnya hari kerja. Karena pada hari-hari itu, suasana pantai sunyi. Berasa pantai pribadi. Untuk kedua kalinya saya kembali melancong ke Pantai ini pada akhir pekan. Pun juga masih terasa sunyi meski ada beberapa pelancong yang ikut menikmati belaian angin sepoi-sepoi. 

Tapiiiiiii ada beberapa hal penting yang disayangkan dari pantai ini. Pertama, pemerintah daerah yang "lupa" merawat beberapa asetnya di obyek wisata ini. Beberapa kursi kayu dan mejanya rusak parah dan dibiarkan teronggok. Kedua, beberapa pelancong juga lupa untuk ikut menjaga obyek wista ini. Saya menemukan pecahan botol kaca yang tajam teronggok di beberapa lokasi. Jelas dong saya tidak berani melepas sandal. Apalagi onggokan pecahan botol kaca itu berbaur dengan pasir. Kalau tidak waspada, kaki saya yang cantik ini bisa terluka. 

Ketiga, toilet yang tutup di hari kerja. Saya akui, ada banyak sekali toilet dan kamar mandi tersebar di beberapa titik Pantai Tanah Merah. Sayangnya fasilitas itu tidak dibuka di hari kerja. Jadi saya harus menahan pipis sampai menemukan pom bensin terdekat sekitar 15 menit dari lokasi. Jika akhir pekan pun, tak semua toilet buka. Jika tak mau repot, bawa saja botol air mineral kosong, lalu cari tempat tersembunyi. 

Oh iyaa ... saya sengaja membawa bekal makan siang karena di lokasi ini tak ada penjual makanan. Rempong??? Ah .. enggak juga. Bawa bekal sendiri dari rumah malah lebih nikmat. Saya membawa bekal siang lasagna jamur dan teh hangat. Mantab mak nyuss disantap di gazebo dengan semilir angin. So pasti ini menjadi acara tamasya murah meriah karena tak ada retribusi untuk masuk ke obyek ini. Yahuuddd dong. 


 

   

3 Oktober 2013
Di bawah temaram sinar bulan

Foto-fotonya nyusul