Translate

Sabtu, 12 Oktober 2013

Liar di tengah kota

Ketika saya menerima kabar ihwal kepindahan suami saya ke Balikpapan, saya lantas merenung. Balikpapan yang merupakan bagian dari Kalimantan Timur ini masih dianggap sebagai daerah tertinggal. Kepikiran dong. Bukan karena Balikpapannya, tapi karena Kalimantannya. Kebiasaan orang kalau ada kerabat atau teman yang akan pindah ke Borneo pasti nanya "Wah enggak bisa nge-mall lagi nehh," atau "Trus disana nanti kalau mau ngirim-ngirim gimana, ada kantor pos nggak?"... lainnya "Lah nanti disana ada tetangganya nggak?". 

Cukup was-was saat ditanya itu. Tapiiiiiiiii ... salah semuaaa. JNE sama TIKI aja sampe sini, apalagi kantor pos. Mall? Ada dooong. Malah mau nambah dua super mall, jadi totalnya ada 5 mall. Bioskop? Adaaaaaaa, dua XXI sama Megablitz. Balikpapan memang kota kecil, tapi gedenya se-kabupaten. Ramenya cuma di pusat kota aja. Sayangnya modernnya hanya sampai disitu saja. Dengan tingginya hiruk pikuk kota, saya justru mendambakan hiburan yang senyap. Dimana saya merasa benar-benar sedang di Kalimantan.

Pertama kali menginjakkan kaki di Balikpapan, saya sudah merancang plesir ke sudut-sudut kota ("Kerjaaaaa dulu .. maen muluuu," saut suami). Salah satu area yang langsung saya datangi bersama suami adalah Somber. Apa itu? Saya menyebutnya sebagai konservasi mangrove yang terletak di sepanjang sungai somber kariangau Balikpapan. Wilayah ini dulunya pernah dibabat habis hingga gersang. Tapi berkat aktivis lingkungan setempat, hutan mangrove bisa diselamatkan hingga menjadi daya tarik liar di tengah kota. 

Tak susah menuju ke konservasi mangrove ini. Hanya butuh waktu setengah jam berkendara jika kondisi jalan tidak macet. Jika kamu berada di luar borneo, ya pasti harus terbang dulu dong. Minimal naek kapal lah dari pulau Jawa. Lokasinya berada tidak jauh dari pelabuhan Kariangau. Menuju kemari, saya harus melewati perumahan dempet dengan lebar jalan tak lebih dari dua mobil mepet. Saya tak menyangka jika di ujung perumahan ini menyimpan setitik keliaran. Lalu setelah beberapa menit berlalu, terkuaklah kekayaan alam Kalimantan di tengah kota yang berhasil dikonservasi.

Salah satu sudut konservasi mangrove di sungai somber. Untuk videonya klik link dibawah ini.
https://www.facebook.com/photo.php?v=2292203138493&set=vb.1051459452&type=3&theater   


Siapapun pasti akan mengamininya bahwa kawasan ini menjadi kawasan yang tidak terlupakan saat  melihatnya pertama kali. "Wooaaoow .. woaaooaa," kata saudara saya yang pernah saya ajak kemari. Ahh ndesooo ... di kota nggak ada kan. Coba kalau di Jogja cuma ada Code. Setelah melihat deretan perumahan, saya seperti melewati pintu tak kasat mata menuju konservasi mangrove. Suasananya begitu kontras, mendadak masuk ke dunianya Indiana Jones. Saya langsung disuguhi jejeran pohon mangrove berbagai macam ukuran yang saling merapat. Ada jalan setapak dari kayu yang mengantar saya pada dermaga mini, tempat perahu kayu ditambatkan. Nah saya akan menyusuri sungai somber menggunakan kapal kayu bermesin untuk menikmati dinding mangrove. 

Disini saya menunggu kapal kayu yang akan membawa saya menyusuri sungai somber sambil lihat bekantan.



Hingga hari ini, aktivis lingkungan setempat semakin giat menanam mangrove. Asli enggak ada campur tangannya pemerintah. Butuh bertahun-tahun untuk mengembalikan keasrian lingkungan setempat seperti semula. Kata pak Agus Bei, penggiat pondok sahabat mangrove sekaligus perintis konservasi mangrove ini, kondisi mangrove disini sempat meradang karena ditebangi oleh penduduk setempat. Akibatnya jika hujan, banjir dimana-mana. Jika ada angin lesus, kesapu deh rumahnya. Nah berangkat dari derita ini, Pak Bei yang kebetulan menjadi ketua kelompok penggiat mangrove dan RT setempat merintis konservasi mangrove hingga seperti sekarang. "Wah ngajakin penduduk sini buat merintis ini susah mbak, tapi akhirnya mereka sadar dan mau juga," katanya.  

Oh yaaa .. agaknya tempat ini juga cocok untuk foto pre-wedding bareng buaya. Jangan salah .. wilayah ini menjadi habitat yang tepat bagi buaya. Waktu keluarga Jogja berkunjung dimari, salah satu kakak mengaku melihat mata buaya yang nongol. "Halaahhh ... nggak papa mbak. Cuman diintip buaya. Paling cuman segede komodo," eehhhh cumannnn .... komodo kalo nyabet pake ekornya, masuk rumah sakit juga kan kita.

Saya selalu mendatangi konservasi ini sore hari karena tidak mau kehilangan momen untuk bertemu dengan bekantan. Benar .. selain habitat yang cocok untuk buaya, mangrove juga menjadi rumah bagi bekantan. Kadang-kadang jika sedang beruntung, kita bisa melihat rombongan bekantan dari pondok mangrove. Nah saya juga berkesempatan melihat kuntul (kalau nggak salah) dan burung yang lalu lalang di udara. 



Jalan setapak

Lorong mangrove yang selalu saya kagumi ketika datang kemari.

Somber mengejar bekantan.

Saya tidak tahu binatang apa saja yang berenang di bawah kapal kayu yang saya tumpangi.

Saking cintanya dengan tempat ini, saya kembali lagi beberapa kali. Tentu saja dengan suami dan keluarga saya. Setidaknya saya bisa menikmati seujung kuku pedalaman Kalimantan. Enggak perlu ke Kayan Mentarang. Selain lokasinya jauuuuuuuuuuuuuuuuuhhhhhhhhhhh .. juga berat di ongkos. Masak iya kapal nelayan di Kayan Mentarang pake bensin harga Rp25.000 per liter. 

Kalau saya sih gratis berkeliling dengan bapak-bapak aktivis lingkungan ini yang kebetulan penduduk setempat. Tapi karena rasa kemanusiaan, ke-lingkungan-an dan sosial yang tidak bisa diacuhkan, maka saya memberikan sumbangan secukupnya (yah untuk ganti biaya BBM). Deru mesin kapal yang ngalah-ngalahin suara helikopter itu berhenti di keramba yang dibudidayakan oleh mereka. Disini saya baru ngeh jika ikan nila bisa dibudidayakan di air payau. Kata kakak saya rasa ikan nila begitu enak. Bikin gembrobyos. 

   



Keramba budidaya berbagai macam ikat air tawar yang di air payaukan.


Jadi jika kalian sedang berkunjung ke Balikpapan, jangan lupa untuk berkunjung ke tempat ini. Enggak ada yang secakep ini deh. Asli .. enggak pake palsu. Jangan cuma ke mall. Mall nya sini masih kalah sama mall-nya Amplas Jogja. Kalau keliaran alamnya, enggak perlu dipertanyakan lagi.



Salam liar


  

Tidak ada komentar:

Posting Komentar