Translate

Sabtu, 28 September 2013

Menjamah Surga Segara ~Part II~

Bergumul dengan pasang


Jadi bagaimana? Sudah mempertimbangkan akan bertamasya ke beberapa pulau yang sudah saya ceritakan sebelumnya? Derawan-Kakaban-Sangalaki. Belum? Kalau begitu nikmati saja dulu foto-foto yang saya unggah, setelah itu mimpikan di alam tidurmu. Atau pasang foto yang saya unggah untuk wallpaper sebagai penyemangat sembari kalian menabung untuk tamasya ke tempat-tempat ini. 

Kakaban Island. Pulau tak berpenghuni. Habitat kedua di dunia ubur-ubur tanpa sengat.

Mendatangi beberapa pulau ini memang tidak mudah, seperti yang saya ceritakan di artikel sebelumnya Menjamah Surga Segara Part I. Tapi menikmati ketiga pulau ini juga membutuhkan perjuangan yang tak kalah hebat. Enggak horeeeee. Apalagi karena tujuan awalnya bukan untuk liburan. Jadi waktu yang saya punya untuk menikmati keindahan alam ini hanya sebentar saja.

Praktis kalau dihitung, saya hanya memiliki waktu kurang dari 24 jam untuk mendatangi ketiga pulau ini. Horee nggak hore tetap nikmati. Sampai di pelabuhan Tanjung Batu Kabupaten Berau kalimantan Timur, saya langsung berdiskusi dengan mas motoris (yang kebetulan mencontek gaya berpakaian Andika Kangen Band). Kala itu waktu sudah menunjukkan pukul 14.00 Wita. Perjalanan pertama menuju Pulau Kakaban selama satu jam menggunakan speed boat. 

Menuju pulau yang dihuni ubur-ubur tanpa sengat ini, kami harus melewati pulau Derawan dulu. Karena kondisi ombak kala itu sedang tinggi, speed boat yang kami naiki agak tertatih-tatih jalannya. Kebayang dong gimana rasanya naik roller coaster selama satu jam di air. Penuh tantangan sih iya, tapi kasihan punggung. 


Dermaga Pulau Kakaban

Perjalanan yang mengoyak perut itu akhirnya terobati. Saya melongok melihat air dibawah saat speed boat pelan-pelan menepi ke dermaga. Ada Patrick dan kawan-kawannya, minus Spongebob. Ini adalah kolam renang "alam" terbaik yang pernah saya jelajahi. "Mas cepetan dikit .." kata saya tak sabar. "Iya neng .. sabaran sedikit," jawab Masnya. Ada beberapa hal yang membuat saya bahagia ketika menceburkan diri saya ke kolam maha luas ini. Yang jelas sepi pengunjung. Hanya ada satu keluarga bule yang ikut bercengkerama dengan si Patrick. Pakai bikini? Ah sudah biasa disini. Agak-agak seram karena saya juga sempat bertemu dengan ular laut ukuran kecil.

Tak sabar untuk melihat habitat ubur-ubur tanpa sengat, saya langsung masuk ke pulau. tahu nggak, Pulau Kakaban ini merupakan habitat kedua di dunia ubur-ubur tanpa sengat. Hanya ada dua di dunia, salah satunya di kakaban ini dan yang kedua ada di Pulau Palau Mikronesia. Bangga doooonnngggggggg bisa nyemplung di danau yang terbentuk sekitar 12.000 tahun.  Jika dilihat dari atas, pulau kakaban ini seperti donat lonjong. Ini pertama kalinya dalam hidup saya memegang ubur-ubur. Kalian belum pernah kan?? Nyahahahahahahah .. sombong.

Jalan setapak dari kayu menuju danau di tengah-tengah pulau.



Karena hanya saya dan suami yang menikmati danau ubur-ubur ini waktu itu, saya sempat takut dan ngeri untuk nyemplung. Kebayang dong ketika nyemplung terus tiba-tiba muncul lockness .. nyahahaha ngayal. Kita kan nggak tahu apa yang tersembunyi di tengah danau selama 12.000 tahun selain ubur-ubur tanpa sengat. Yang jelas saya berasa ngeri ketika mencoba berenang di danau ini .. hiiiiiii. Selain agak buthek, danau ini berdinding hutan bakau. Saya harus berjalan beberapa puluh meter melewati hutan bakau untuk menuju kolam renang air payau ini. Jadi untuk berkenalan dengan ubur-ubur orange ini, saya terpaksa mengandalkan pelampung dan ban penyelamat serta tak lupa menggenggam erat-erat dek kayu. 

Biasanya snorkler dan diver menyempatkan kesini untuk melihat ubur-ubur tanpa sengat.

Meskipun sudah pakai pelampung, saya masih ngeri.

Yaaaaaaaa cuma begini doang akhirnya liat si ubur-ubur orange. Tuh ada dua ubur-ubur yang mendekat.

Santai dulu sebelum melanjutkan perjalan ke Pulau Sangalaki. Pulau yang sering disinggahi oleh penyu untuk bertelur.

Karena waktu sudah semakin sore, maka saya mempercepat aktivitas renang saya. Tak jauh ternyata jarak pulau sangalaki dari kakaban. Kami hanya menempuh waktu 30 menit.

Siap-siap.


 Di pulau Sangalaki saya bertemu dengan mas-mas penjaga penyu. Mereka bertugas menjaga telur-telur penyu sampai menetas. Tau sendiri kan, telur-telur penyu sering beredar di pasar. Lagi-lagi sepi. Berasa pulau pribadi, berasa selebriti Hollywood. Sayangnya "fasilitas" di pulau ini terbengkelai. Ada beberapa pondokan dan ruang ~yang-bisa-dipakai-untuk-pertemuan~ nganggur. Katanya beberapa pondokan itu milik ekspatriat yang dulu disewakan.

Di belakang saya itu adalah pondokan yang katanya dulu disewakan. Tapi karena suatu hal, pondokan itu sekarang sudah tidak berfungsi. Sayang sekali kalau tidak dimanfaatkan.

Add caption





Sayangnya saya tidak bisa berlama-lama di pulau ini karena harus bermalam di Pulau Derawan. Saya menginap di rumah penduduk yang lebih murah. Semakin nikmat karena makan malam, dan makan siang serta sarapan sudah disediakan oleh si pemilik penginapan. Nyamleng!!!
Pulau Derawan memang lebih ramai. Setelah saya amati, ternyata lebih banyak turis mancanegara ketimbang turis lokal. Kehidupan malam di pulau ini tak berbeda dengan Kuta bali. Hanya lebih sepi. Saya mikir, terus gimana ceritanya kalau mau ke Mall. Yaelaaahhhh .... tapi ngomong-ngomong, nggak ada ATM loh disini. Kalo mau ke ATM, harus naek kapal se-jam terus perjalanan darat kurang lebih 3 jam. Jadi kalau mau beli oleh-oleh disini harus bijak. Karena ada cukup banyak toko oleh-oleh. Dan saya yakin yang datang dimari nggak cuma beli selembar dua lembar kaos, tapi berlembar-lembar.

Pesawat untuk kembali ke balikpapan dijadwalkan pukul 15.00 Wita. Dengan berbagai pertimbangan dan pemikiran yang matang, maka saya harus berangkat dari pelabuhan tanjung batu maksimal pukul 12.00 Wita. Paling tidak dari derawan harus pukul 11.00 Wita. Saya hanya punya waktu 3 jam mulai pukul 08.00 - 10.30 wita untuk menikmati keindahan bawah laut derawan. Yang saya lupa adalah, air laut surut setelah pukul 10.00 Wita. Alamaaaaakkkkk ... dada ini deg-deg'an sesak dan perih menerima fakta bahwa air laut masih pasang ketika saya meratapinya di dermaga penyelaman.

Menunggu pasang surut sembari melihat penyu-penyu seliweran di bawah dermaga.

Tik .. tok .. tik .. tok ... ini yang menarik. Mendekati pukul 10.00 wita, air laut belum surut sesuai dengan keinginan. "Udah yuk .. nyemplung aja yuk," ajak suami. "Eh gila .. kan masih pasang. Noh liat masih ada ombak-ombak mungil," jawab saya. "Halaahhh nggak papa ... pegangan aja ma dek," ajaknya. Akhirnyaaaaa saya nekat meski air laut masih pasanggg. Takut?? Iyaaaaaa ... Penasaran?? Iyaaa jugaaaa. Tapi nggak papa .. yang penting bisa liat si biru dan si loreng-loreng. Jadi deh saya bergumul dengan pasang demi melihat ikan-ikan lucu dan setumpukan terumbu karang. Yang jelas, saya pasti akan kemari lagi. Tinggal menunggu kesempatan.

Takut-takut nekat kalau ini. Padahal kalau lagi surut, benar-benar dangkal.





Kamis, 05 September 2013

Menjamah Rimba Segara ~ Part I ~

Berlabuh ke Surga Kecil Dunia 


Jika kalian takut menjadi hitam, maka saya sarankan kalian tak perlu repot datang ke daerah yang akan saya ceritakan ini. Namun jika kalian bersedia mengorbankan keindahan kulit cemerlang kalian yang seindah iklan sabun colek, maka surga Kecil ini wajib dikunjungi. 

Kenapa? Pertama, lokasi yang akan saya ceritakan ini berada tak jauh dari garis khatulistiwa. Kedua, Surga Kecil ini dikelilingi lautan. Jelas dong perpaduan dua faktor ini akan cepat membuat kulit kita menghitam. Buang jauh-jauh deh harapan kulit tetap putih walau pakai sunblok. Toh produk ini hanya untuk melindungi kulit dari efek negatif ultraviolet penyebab kanker kulit. Jadi bersyukur dooooooooong kita orang Indonesia dikaruniai kulit sawo matang yang penetrasi kanker kulitnya tak sedahsyat kulit milik orang kaukasia.



Me turning black setelah berenang dengan penuh kecemasan karena di lokasi ini hanya berdua dengan suami. Pulau kakaban pukul 15.00 WITA.

Terus terang saya tidak tahu perwujudan Surga yang sebenarnya. Namun saya menginterpretasi Surga sebagai tempat yang akan membuat saya tenang secara batiniah .. nyahahaha (Ya iyalahh .. wong kemarinya separoh dana ada instansi yang nanggung, siapa yang enggak tenang secara batiniah).

Akhirnya mimpi dua tahun untuk berlabuh di tiga Surga kecil dunia ini terwujud juga. Saya sukses menjejakkan kaki saya dan bergumul dengan ikan-ikan di pulau Derawan, Pulau Sangalaki dan Pulau Kakaban Kabupaten Berau Kalimantan Timur. Ternyata "Surga" itu tidak murah kawan. Nunduk. Banyak bule loh dimari, pake bikini. (Sepulang dari sini langsung rajin olahraga sit-up biar bisa pake setelan yang dipake si mbak-mbak bule itu).

Menuju ke destinasi wisata ini, memang butuh perjuangan. Tips dari saya adalah carilah kesempatan dalam kesempitan. Bagaimana caranya? Carilah tebengan atau carilah instansi yang sedang khilaf untuk membiayai perjalanan kalian. Atau bekerjalah minimal di Kabupaten berau, niscaya kalian akan dimudahkan untuk menikmati Surga-surga kecil itu .. haha. Jangan pernah pergi sendiri atau hanya berdua. Ini bukan soal keamanan, tapi karena biaya yang dikeluarkan akan sangat banyak kecuali kalian kaya raya. Jika kalian ingin berbiaya ringan, pergilah berkelompok. Masalah biaya bisa patungan dengan kelompok.

Domisili saya dan suami di Balikpapan cukup menguntungkan. Setidaknya memangkas rantai biaya perjalanan dari pulau Jawa. Bangga doooong saya pernah ke tempat-tempat ini sementara tetangga-tetangga individu saya yang kaya raya itu belum pernah menginjakkan kakinya. Ehm .. kibas rambut !!! Dari Balikpapan saya menggunakan pesawat kecil berpenumpang 55-60 orang, Kalstar, dengan tiket seharga Rp577.000.-. Ada beberapa pesawat yang melayani rute Balikpapan-Berau dengan kisaran harga Rp400.000 - Rp800.000. 



"Pose dulu"


Sesampainya di Bandara Kalimarau Kabupaten Berau dengan jarak tempuh kurang dari satu jam, perjalan menuju tempat impian masih jauh ternyata. Ada beberapa opsi kendaraan menuju pelabuhan Tanjung Batu. Kita bisa menggunakan kendaraan sewa bandara atau sewa umum. Saya tidak tahu persis berapa tarif mobil bandara untuk mengantar sejauh 90'an Km (kira-kira tiga jam) menuju pelabuhan ini. Setidaknya jika sewa mobil umum plus sopirnya ditarik Rp700.000, kemungkinan tarif mobil bandara tak jauh beda. Kaget? Ya iyalaahhh ... Indonesia gitu. 

Sebetulnya bisa lewat jalan darat dari Balikpapan - Berau dengan jarak 650 Km (hampir sama dengan jarak Jogja-Jakarta), lebih murah malah nggak ada macet. Tapiiiiii .. jalannya itu loh, hanya separuhnya yang layak. Inipun harus menggunakan mobil kapasitas 4WD. Gampang? Jangan senang dulu. Jalan layak (beraspal) hanya sejauh 280 Km dari Balikpapan-Sangatta dan beberapa Km mendekati Kabupaten Berau. Jika menggunakan sedan, mobil ini hanya bisa melaju sampai Kota Samarinda yang berjarak 120 Km. 

Waktu tempuhpun juga tak main-main karena bisa mencapai 24 jam, itupun jika cuaca sedang cerah. Nah jika hujan tiba, bahkan mobil 4WD tak bisa berkutik. Kenapa? Karena sebagian besar jalan utama dan satu-satunya masih berupa tanah yang hanya membuat ban 4WD berputar di tempat dan terseok-seok kalau basah. Sedih kan. Itu belum seberapa jika belum ketemu jebakan tanah berlumpur. Ini adalah sebuah lubang lumpur basah yang akan memerangkap kendaraan bahkan truk sekalipun hingga nasib mempertemukannya dengan kendaraan lain yang baik hati untuk menariknya keluar.


Ruas jalan Tanjung Selor Kabupaten Bulungan - Tanjung Redeb Kabupaten Berau. Jangan tertipu dengan foto ini, kalau hujan kondisi jalan licin. Kondisi ini masih skala ringan.

Jadi sebelum mengkhayal untuk rela menempuh jalan darat ala goyang Inul, mantabkan hati dan mental terlebih dahulu. Atau tunggulah pemerintah daerah untuk membangun jalan yang layak. Tuh .. masak iya kalah sama negara tetangga. 

Sampai di pelabuhan Tanjung Batu Kabupaten Berau, saya masih harus mencari speedboat untuk mengantar ke pulau Derawan sebagai tujuan pertama. Nah sampai disini kita harus jeli menawar. Jangan sampai deh kita setuju tarif yang ditetapkan si mas motoris (pengemudi speedboat, kebetulan yang mengantar saya setipe dengan Kangen Band .. Aduhai). 

Tarif yang dipasang sungguh bisa menguras kocek. Saya ditawari speedboat untuk keliling empat pulau (Derawan-Kakaban-Sangalaki-Maratua) dengan tarif Rp3,5 juta. Alamaaaaakkkkk ... itu duit semua atau daun. Setelah rayu sana-sini maka tarif bisa diturunkan menjadi Rp1,7 juta. Tapi karena saya hanya bisa menjamah tiga pulau maka biayanya hanya Rp1,2 juta antar jemput. Bayar belakangan. Ingat .. usahakan membawa uang kas yang memadahi karena daerah ini tak mengenal ATM. Mesin anjungan ini hanya ada di Tanjung Redeb yang jaraknya 90 Km dari pelabuhan Tanjung Batu. 

Menunggu si mas motoris nyiapin kapal. Butuh sekitar 50 liter bensin. Beli bensin eceran dengan harga per liter Rp8.000,- (harga sebelum BBM naik).

   
Horeeeeee dong .. karena cuaca waktu itu cerah dan ombak sedang bersahabat. Menumpang speedboat serasa naik roller coaster. Ada satu jam menuju Pulau Derawan. Saya tak henti-hentinya tersenyum .. dan suami tak henti-hentinya gondok karena tahu saya dalam suasana liburan dan dia bekerja .. nyahahahaha. Lalu jangan lupa untuk mencari informasi penginapan murah di Pulau Derawan. Jika ingin liburan ala Paris Hilton, kalian bisa sewa penginapan yang letaknya persis di bibir pantai. Enggak perlu ditanya harganya. Kalau mau murah, menginap saja di rumah warga yang menyewakan kamarnya. Per malam paling Rp150.000. 


Keliatannya sih air lautnya tenang, tapi giliran naik speedboat ... widiiwww langsung "sudukken"

Pengen langsung nyemplung karena bening. Cuma masak iya harus ganti pakaian di kapal.




  

Salam Segara,
6 September 2013
Di dalam khayalan kembali kesana
Berau ~ Tempat yang dilalui garis khatulistiwa
Panasnya nyong .. minta ampun

Minggu, 01 September 2013

ATM Gadungan

Ternyata tahu segalanya itu tidaklah cukup. Saya menyadari bahwa tahu segalanya LEBIH AWAL itu akan menyelamatkan jiwa raga dari situasi memalukan. Jangan bertindak bodoh dengan masa bodoh. Jangan pula menggampangkan instingmu karena itu sejatinya belum cukup. Dan jangan seperti saya yang sok tahu dan kepedean tanpa melihat kanan kiri depan belakang atas apa yang akan terjadi. 

Sebagai manusia yang selalu membaca apa saja, saya menganggap diri saya penuh dengan informasi dan pengetahuan... cuiiihhhh. Nah ini yang menjadi masalah. Apa yang saya tahu ternyata tidak berbanding lurus dengan tindakan yang akan saya ambil. Ah saya lantas merasa memble.

Saya menyadari ini ketika untuk pertama kalinya saya memiliki kartu seukuran KTP yang berfungsi untuk mengambil uang dengan cepat, Anjungan Tunai Mandiri atau bahasa kerennya ATM. Bangga dong punya kartu beginian meski dana yang tersimpan di bawah rata-rata. Namun tiap lihat saldonya, hati ini rasanya teriris-iris. Angka kok nggak pernah nyampe tujuh digit. Terus kalo diambil, keblokir deh rekeningnya. Pedih .. cuma berasa keren aja kalo pas buka dompet di kasir trus mejeng ATM di salah satu kantongnya.

Saya tahu apa itu ATM. Saya juga tahu gunanya untuk apa. Untuk mengambil uang kan? Sejujurnya, saya memiliki ATM itu karena terpaksa. Iya .. terpaksa untuk menerima honor dari berita-berita yang saya kirimkan ke Jurnal Bussines News. Iya doong .. kala itu saya menjadi kontributor berita ekonomi untuk jurnal yang pernah nongol sebagai cameo di sinetron ibukota.

Tapi pengetahuan saya tentang ATM ternyata masih dangkal. Ini yang menjadi bencana bagi harga diri saya yang terlanjur mengklaim diri sendiri sebagai manusia yang sarat informasi. Honor yang saya terima untuk pertama kali memang hanya beberapa ratus ribu. Namun ketika saya ditelepon bahwa honor saya sudah ditransfer ke rekening, saya langsung tancap gas ke salah satu Bank swasta untuk menguji ATM saya. Horeeeee dong.

Agak udik karena saya sempat deg-deg'an. Apalagi ini menjadi pengalaman pertama saya untuk mengambil uang lewat ATM .. mengkhayal habis ini mau beli apa. Berbekal informasi dari kakak tentang tata cara mengambil uang dari mesin ATM, saya pun melangkah dengan mantab ke dalam gedung Bank swasta yang ramai itu. Banyak yang mengantre di teller.  Tapi tak sedikit yang mengantre di sebuah mesin yang diatasnya ada tulisan besar ATM. Saya pernah melihat kawan saya mengambil uang melalui ATM, jadi saya tahu bentuk mesin ATM itu seperti apa.

Lalu giliran saya berhadapan dengan mesin itu. Saya lantas memasukkan kartu saya sesuai arah yang ditentukan. Lalu muncul perintah untuk mengetikkan sandi agar saya bisa masuk ke rekening. Selanjutnya ada daftar pecahan rupiah dari Rp50.000,- hingga jutaan. Karena saya hanya butuh sedikit, maka saya hanya memilih jumlah Rp100.000,- untuk membeli bedhak. Setelah saya tunggu lama, uang yang saya idam-idamkan tidak kunjung keluar. Saya cuma diam ..  geloooo. "Ada apa mbak .. " tanya seorang bapak di belakang saya. Ternyata antrian di belakang saya mengular. "Oh nggak papa pak .. " jawab saya.

Karena penasaran, saya ulangi lagi proses yang baru saja saya lakukan. Tapi tetap saja sama. Bukan duit yang keluar, justru kantong dengan lidah keras. "Maaf mbak .. " kata bapaknya itu. Mungkin kasihan melihat saya kebingungan. "Uang yang mau embak setorkan langsung taruh saja di kantong yang baru saja terbuka itu .. " katanya. "Loh saya nggak mau setor uang kok Pak," jawab saya. "Loh mbak mau ngapain," lanjut si bapak. "Bapak ini gimana, ini kan ATM, ya saya mau ambil duit," jelas saya. "Mbak kalo mau ambil duit di ATM di belakang gedung ini. Kalo yang ini mesin ATM khusus untuk setor uang. Kan sekarang ATM juga bisa buat setor mbak, bukan cuma buat ambil duit. Jadi enggak mesti ke teller kalau pengen cepet. Tuh ada tulisannya diatas ATM setor tunai," jelas bapaknya sambil nunjuk tulisan di atas mesin.  Hakdesssss .... Saya cuma baca tulisan ATM nya aja .. gelooooo.

Maluuuwww broo ... duh dah kelihatan begonya. Mana tahu saya kalau ada ATM yang bisa buat setor tunai. Tak mau berlama-lama menjadi tontonan pengantre, saya pun langsung pamit undur diri. Bencana ini membuat saya trauma untuk beberapa saat. Selama dua tahun, saya tak lagi berkunjung ke gedung Bank swasta itu karena salah satu satpamnya pasti mengenali saya. Saya memilih cabang yang lain. Ah dasar ATM gadungan. Jadi tahu segalanya itu tak membuat kita keren kalau kita luput dari perhatian.