Translate

Sabtu, 11 Januari 2014

Dikejar Oki

Binatang mamalia itu memang imut, tapi tidak imut lagi jika mereka lepas kendali


Salah satu tempat wisata yang harus saya kunjungi ketika saya sedang tamasya ke suatu daerah adalah kebun binatang. Saya tidak mencoba memungkiri apa yang dikatakan oleh para peduli-lingkungan. Bahwasanya binatang juga memiliki hak hidup bebas di alam liar tanpa belenggu besi dan menentukan makanan sesuai seleranya. Tapi jika memang betul-betul perduli pada hak-hak binatang, setidaknya spesies unggas semacam ayam juga butuh dibela haknya untuk tidak menerima suntikan zat kimia guna mendorong pertumbuhan. Saya pernah melontarkan teori ini dan akhirnya saya dibully dengan alasan bahwa spesies ayam merupakan produk hewani yang tujuannya untuk pasokan makanan manusia. Yah jika alasannya untuk pasokan makanan manusia, setidaknya ayam juga berhak memiliki hidup sehat sebelum disembelih. 

Tapi saya tidak akan membahas itu. Saya cinta kebun binatang karena ini bisa menjadi sarana pendidikan. Terutama kebun binatang yang terawat dengan baik dan benar. Salah satu kebun binatang yang cukup atraktif yang pernah saya kunjungi adalah Jatim Park di Malang Batu. Saya bisa melihat berbagai macam binatang dari dekat tanpa takut dijamah oleh mereka. Alih-alih di kerangkeng besi, kebun binatang di Jatim Park sebagian menggunakan kaca. Kebayang kan ngeliat macan dari jarak dekat tanpa takut dibelai. Aman deh pokoknya. 

Nah di Balikpapan Kalimantan Timur sayangnya tidak ada kebun binatang. Yang ada hanyalah konservasi beruang madu dan buaya. Khusus di konservasi buaya ini, kita juga bisa melihat gajah-gajah mungil. Perusahaan BUMN yang bergerak di bidang telekkomunikasi pun juga memiliki konservasi di Balikpapan. Konservasi rusa ini terletak di lingkungan Telkom. Konservasinya juga aman kok. Tempat makan si rusa diletakkan dekat pagar agar kita bisa melihatnya dari dekat jika mereka sedang makan. Pokoknya aman.

Satu-satunya kebun binatang di Kalimantan Timur adalah Kebun Raya Unmul yang terletak di Samarinda. Bukan di tengah kota, tetapi di pinggir jalan yang menghubungkan Samarinda-Bontang. Dua kali saya berkunjung ke tempat wisata yang ada patung dinosaurusnya ini. Denger-denger sih, disini bakalan dibuat kebun binatang ala Jatim Park gitu. Penasaran saya. Secara konsep, kebun binatang unmul ini sebetulnya bagus. Setidaknya kita masih bisa mendapatkan suasana hutan disini. Hanya saja kurang mendapat perhatian lebih.  Jika dikembangkan dan ditata dengan lebih militan, saya kira kebun binatang ini pasti spektakuler. 

Saking spektakulernya, pengunjung yang datang kemari bisa berinteraksi dengan binatangnya jika berada di waktu yang tepat dan "beruntung". Jarang-jarang loh ada pengunjung yang bisa berinteraksi langsung dengan si binatang tanpa ditunggui pawangnya alias petugas kebun binatang. Saya mengalaminya Desember lalu ketika berkunjung ke tempat ini bersama kawan. Bukannya apa-apa, tapi ini sebetulnya insiden yang membuat heboh kami berlima. 

Saya dan suami beserta keluarga kawan kala itu sedang takjub melihat orang utan remaja. Karena di papan kayu depan kandang orang utan tertulis nama masing-masing orang utan, kawan saya inipun dengan lantang memanggil mereka dengan namanya, salah satunya bernama oki. Ah orang utan remaja satu ini yang paling membekas di benak saya. Kandang orang utan ini besar dan menjorok ke bawah. Kandang ini dibagi dua dan dipisahkan oleh pagar dalam yang kira-kira tingginya 2 meter. Sedangkan pagar yang mengelilingi kandang ini mencapai kira-kira 4 meter (agaknya) di sisi dalamnya. Tapi di sisi luar, tinggi pagar tak lebih dari 1,5 meter karena saya bisa melongok ke dalam. Aman doooonk. 

Ketika kami sedang asyik melihat ulah orang utan remaja, tiba-tiba salah satu dari mereka berjalan di atas pagar dalam yang membagi kedua kandang. Kala itu kami tidak berpikir macam-macam sampai si orang utan ini mendadak sampai di pagar terluar yang berbatasan dengan jalan setapak tempat kami berdiri dan nangkring diatasnya. Saya mbatin, wah orang utannya lepas. Dan benar, si orang utannya itu turun dari pagar dengan santainya menuju tempat kami berdiri. Saya nggak sadar kalau sedang teriak-teriak. Apalagi kawan saya ini bawa anaknya. Duuhhh. 

Suami saya dan kawan ini tidak bergerak dari posisi berdirinya karena mengira yang lepas cuma satu, meskipun saya sudah beri peringatan bahwa ada gerombolan orang utan yang sedang meniti pagar menuju ke pagar terluar. Saya sudah deg-deg'an setengah mati karena meskipun badan orang utan ini kecil tapi tangan mereka kuat sekali. Saya sudah ancang-ancang lari ketika tiga orang utan lainnya sudah nangkring di atas pagar terluar. Dan ketika ketiga orang utan ini bergabung dengan orang utan pertama yang duluan keluar kandang, kami langsung balik badan dan bergegas mencari jalur pelarian tercepat. Cemas karena gerombolan orang utan itu mengikuti kami dengan santai. Mereka kan tukang gelantungan, nah kami cuma bisa lari lewat jalan darat yang licin. Bisa mati kutu kami jika mereka mendahului pelarian kami dan menghadang di ujung jalan. "Nah kena kaliaaann .. mana tadi yang manggil-manggil saya," mungkin begitu batin si orang utan jika adegan penghadangan itu benar-benar terjadi. 

Untungnya ada petugas jaga sehingga kami memberitahu mereka jika ada beberapa orang utan yang lepas. Dari empat orang utan yang lepas, hanya satu yang ngeyel menolak masuk kandang dan naik ke atas pohon. Namanya Oki. Hingga kami beranjak pulang, si Oki masih menolak turun meski diiming-imingi susu. Nah siapa dalang dibalik buronnya Oki dan kawan-kawan ini? Kami tak tahu. Tapi kami menduga dalang di balik pelarian Oki dkk adalah ranting besar yang jatuh dan mengenai pagar dalam yang akhirnya digunakan oleh Oki dkk untuk memanjat pagar dalam. Eh tunggu dulu, pelarian mereka agaknya juga dipicu oleh kawan saya yang memanggil-manggil nama mereka .. yuhuuuuu. Nyatanya mereka langsung mendekati kami.

Jadi jika kalian ingin berinteraksi dengan mereka, panggilah nama mereka dan menunggu jika ada ranting jatuh.


Salam untuk Oki dkk
Jangan nakal yaaaa

Atha Ajo               


Tidak ada komentar:

Posting Komentar