Translate

Rabu, 08 Januari 2014

Androgini dan masa lalu



Setelah selesai mengerjakan pekerjaan membabu buta, saya biasanya langsung membuka lapi dan koran atau majalah. Kadang-kadang saya menghidupkan televisi untuk sekedar tahu kabar terbaru atau mengintip sejenak channel yang menayangkan beragam video klip. Secara kebetulan channel musik yang saya intip sedang menayangkan video klip milik boyband pria muda asal Korea Selatan. Saya tidak hapal nama grupnya. Kontur wajah masing-masing personel hampir sama. Putih, mancung, tirus, dan mata belok. 

Mungkin saya tidak akan mengira mereka lelaki jika mereka dandan seperti perempuan karena mereka sudah bertransformasi menjadi pria cantik. Kalau anak ABG jaman sekarang menyebutnya sebagai cowok "unyu-unyu". "Uuuh .. unyu-unyu bangeettt," kata cewek ABG sambil nunjukin poster artis Korea ke temen-temennya. Sudah bukan rahasia lagi dong jika kebanyakan dari mereka katanya melakukan operasi plastik demi mendapatkan wajah elok unyu-unyu itu.

Jika ada pria yang mati-matian mempermak mukanya dengan operasi plastik demi wajah ala Ken Barbie atau pria cantik ala Korsel, maka ada pria yang mendapatkan "anugerah" itu secara alamiah. Salah satu yang saya kenal karena kecantikan alaminya adalah model pria asal Serbia-Australia bernama Andrej Pejic. Dia adalah model androgini yang pasti membuat kaum hawa iri setengah mati saking seksinya. Bukan bahenol loh, tapi saya yakin deh kalo disejajarkan sama Alexandro Ambrosia si Victoria's Secret bakalan sama. 

Label androgini sendiri diberikan jika seseorang  tidak dapat sepenuhnya cocok dengan peranan gender maskulin dan feminin yang tipikal dalam masyarakat (ah jadi ingat masa lalu). Dari yang saya baca di Wikipedia, banyak androgini yang menggambarkan dirinya secara mental "di antara" laki-laki dan perempuan, atau sama sekali tidak bergender. Mereka dapat menggolongkan diri mereka sebagai orang yang tidak bergender, a-gender, antar-gender, bigender, atau genderfluid (yang gendernya mengalir). Nah Indonesia sendiri juga memiliki model androgini, namanya Darell Ferhostan.

Entah berawal darimana, kini banyak pria-pria yang mencoba menjadi cantik. Iya doonk masak kalah sama cewek. Mulai dari mengoleksi berbagai macam obat perawatan hingga operasi plastik yang mengubah total bentuk muka. Apalagi sejak kemunculan artis-artis Korea, enggak sedikit juga yang wara-wiri di televisi muncul dengan hidung manekinnya. Duh lama-lama kok lebih rempong dari perempuan. Enggak .. enggak salah koook. Toh itu hak kalian para pria. Kaum hawa saja ada emansipasi wanita, masak kalian tidak punya emansipasi pria. 

Nah bagaimana dengan perempuan androgini? Saya belum menemukan contoh model perempuan androgini. Tapi saya pernah merasakan bagaimana menjadi seperti androgini ketika saya dicegah masuk toilet perempuan (kala itu saya masih SMP) oleh mbak-mbak penjaga gegara penampilan saya enggak perempuan banget. Rasanya galau lohh. Tampangnya lelaki enggak, perempuan juga enggak .. hermaprodit pokoknya waktu itu. Hati perempuan, tapi wujud tidak mendukung. Menentukan kostum pun jadi susah. Pengen penampilan feminim tapi kok enggak cocok, takut dibilang "ih cowok kok ngonde".  Kalo kostumnya biasa yang adalah kaos dan jeans, pasti enggak kelihatan ceweknya.

Serius, saya enggak cocok pakai baju perempuan sampai level SMA. Bahkan ketika saya naek becak sama sahabat cewek saya yang tetanggaan selepas pulang dari acara festival di sekolah SMP, beberapa laki-laki tua sempat singsotin kami. "Suit-suit .. kecil-kecil pacaran nih yee .. mesraa mesraaa," doohhh belum pernah digampar becak ya. Salah identifikasi masih saya alami hingga kuliah. Padahal saya sudah mengenakan baju yang mengidentifikasi saya sebagai perempuan. Tapi masih saja dipanggil "Mas-mas tanya dong .. eh maaf mbak,". Tapi yang saya heran, ketika rambut saya panjang dan saya gelung, masih saja ada yang manggil "mas-mas".  Saya curiga salah identifikasi ini akibat bulu-bulu tipis yang nangkring di atas bibir saya. Tapi masih kalah lebat dengan kakak perempuan saya.

Tapi itu sudah berlaluuuu .. uu .. uu. Kata orang rumah, perubahan saya itu muncul ketika pacaran dan kawin. Ah nggak juga, karena kumis itu masih ada. "Lebih perempuan," kata saudara. Emangnya saya dulu apaan. Tinggal satu yang membuat orang penasaran ketika berpapasan dengan saya. Lelaki boleh tampil cantik, saya sebagai perempuan juga boleh dong punya kumis alami. Masalahnya saya sekarang enggak diperbolehkan potong rambut pixy oleh suami. Salah satu hal yang saya rindukan. Jadi muka boleh berkumis, tapi hati tetep perempuan.



Salam Kumis Kucing dari ujung Timur,

Atha Ajo  

      

 



Tidak ada komentar:

Posting Komentar