Lantas aku
teringat akan janji yang kuberikan pada lelakiku. Untuk datang kepadanya sore
ini. Aku menyingkap tirai kamar, ah awan sedang bergumul diatas, beradu siapa
yang akan turun terlebih dulu. Sementara manusia-manusia jalanan sudah bersiap
dengan peneduh.
Aku bergegas,
mengejar asa sebelum runtuh oleh sangkala. Menuju jalan setapak Slavia, dimana
di kanan kirinya berderet pohon linden atau lipa. Tubuhku menyusup diantara
manusia yang tergesa-gesa, menghindari gerimis yang datang seperti pencuri.
Dalam pesan
yang dia tinggalkan, dia menungguku di ujung jalan Slavia. Jalan yang selalu
menguarkan pendar emas karena refleksi sinar matahari yang menyusup melewati
sela-sela ranting dan daun pohon linden.
Aku menyusuri
jalan setapak itu. Dimana lelakiku?
“Hai .. kau
datang,” mendengar suara itu aku membalikkan badan dan dia berdiri disana. Itu
lelakiku.
“Aku
menantikan hari ini untuk meminjam hatimu,” katanya. “Karena jatuh cinta kepadamu itu mudah. Aku
ingin menghentikan sangkala, agar aku bisa bersamamu dalam abadi. Lalu aku akan
berada disini, disampingmu. Jadi aku akan meminjam hatimu hari ini dan menjaganya
di hari-hari esok,” ujarnya.
Dan aku mulai
resah. Karena manusia hanya membuat janji. Meminjamkan hatiku? Apakah bisa ..
“Jika kau
enggan meminjamkannya hari ini. Aku akan memintanya besok. Dan jika kau masih
enggan, aku akan memintanya setiap hari Minggu. Agar aku bisa menjaga hatimu
sejak permulaan hari,” ungkapnya.
Bagaimana jika
hatiku kau rusak. Kau sayat dan perih.
“Karena aku
tahu aku tidak akan merusaknya. Dan aku tidak akan berhenti sampai kau
mempercayainya. Jadi jatuh cintalah kepadaku, karena aku akan memberikan hatiku
Cuma-Cuma hanya kepadamu,”
Aku tertunduk.
Jemarimu merengkuhku. Dan aku paham.
Atha Ajo
*balada Jerry Mcquire
Tidak ada komentar:
Posting Komentar