Translate

Rabu, 24 September 2014

My Beloved Himura



 “Sifat sejati manusia adalah kekerasan, dan dunia ini adalah neraka,” Shishio Makoto.


Bagi yang pernah jatuh cinta dengan sosok Kenshin Himura versi manga, siap-siap jatuh cinta lagi dengan Rurouni Kenshin versi live-action. Iya dong .. saya enggak nyangka manga Samurai X yang awalnya dianggap sulit untuk dibuat live-action’nya ini akhirnya sukses di live-action kan oleh sutradara Keishi Ohtomo. Bravo om!! Ini menjadi jawaban dari mimpi para penggemar manga dan animenya di era 90’an.  Dan saya gembira ketika sequel pertama dari trilogy Rurouni saya temukan dalam bentuk DVD (2012 akhir) .. sayangnya bajakan, yang asli belum beredar. Yang jelas karya Nobuhiro Watsuki ini sukses besar bikin saya ngayal ikutan jadi warga era meiji dan jatuh cinta sama Kenshin Himura yang bisa tiba-tiba menjadi konyol setelah beradu pedang dengan bengisnya.
 
Seingat saya, anime Samurai X ditayangkan Indosiar di pertengahan era 90’an. Tahunnya saya lupa. Yang jelas saat itu saya masih SMA. Masih imut-imut dan suka ngayal, masih belum paham pacaran tapi lebih senang nggebet. Masa itu adalah masa dimana cowok-cowok dorama menjadi idola kawula muda era 90’an. Cowok-cowok dorama loooh .. beda sama cowok-cowok di lapak sebelah. Nah saya’nya idola banget sama yang namanya Takuya Kimura. Ahh .. apa kabar binder saya yang banyak stiker mas takuyanya. Karena saya jatuh cinta sama mas Kenshin sekaligus aa’ Takuya, maka Takuya Kimura “kala itu” menjadi perwujudan Kenshin Himura versi live-action khayalan .. kalaa ituuuuuuu.

Alih-alih Kimura seperti khayalan saya, peran Kenshin pada trilogy 
Rurouni Kenshin diemban oleh Takeru Sato. Hasilnya? Sekali lagi saya jatuh cinta sama mas Kenshin lewat perwujudan Takeru Sato. Peran ikonik ini diwujudkan dengan nyaris sempurna oleh pemeran Kamen Riden Den-O ini. Sato sukses mewujudkan transisi Kenshin Himura yang konyol, rendah hati dan lemah lembut dalam bertingkah laku serta bertutur kata menjadi sosok Himura Battousai, pembunuh berdarah dingin, dalam sekedipan mata. Ihh .. kyuuutt!!

Sequel kedua trilogy ini, Rurouni Kenshin: Kyoto Inferno, mengejutkan saya karena ditayangkan di Bioskop. Harus nonton doooong. Dan saya sukses merayu suami untuk ikutan nonton film ini di bioskop. Jarang-jarang suami saya mau nonton film yang bukan buatan holiwud. Kyoto Inferno mempertemukan Kenshin dengan Shishio Makoto, seorang Hittokiri Battousai (pembunuh berdarah dingin), serta Juppongatana, kelompok samurai keji yang dibentuk Shishio. Kalau nggak tahu ceritanya, langsung nonton filmnya aja deh atau baca manganya. Bakalan panjang kalau dibahas disini. Di sequel ini, Kenshin harus berhadapan dengan Shishio dan Juppongatana (Ten Swords) yang berencana menggulingkan pemerintahan era Meiji.

Salah satu pertarungan seru yang saya nantikan di sequel ini adalah ketika mantan Battousai dengan luka X di pipi kirinya ini harus melawan salah satu Juppongatana kesayangan Shishio yakni Soujiro Seta. Sosok Soujiro Seta yang digambarkan sebagai lelaki muda berperawakan mungil dan tanpa dosa ini dimanifestasikan dengan apik oleh Ryunosuke Kamiki. Pokoknya kalau lihat Seta di jalanan nggak bakalan ngeh deh kalau ternyata doi memiliki ilmu pedang yang bikin geger seantero kota. Kata suami saya “Kok jalannya agak kemayu,” .. mbooohh!!

Namun bukan tokoh-tokohnya yang bikin saya gregetan dan nagih pengen nonton lagi. Film ini, baik sequel pertama dan kedua juga ketiga nanti, sama-sama menyuguhkan koreografi yang bagi saya sempurna juga rumit. Sequel pertama Rurouni Kenshin lebih banyak bercerita tentang transisi Kenshin dari Hittokiri Battousai menjadi Rurouni (pengembara) dan latar belakang pedang sakabatou’nya (pedang bermata terbalik). Baru di sequel kedua, Kyoto Inferno menyuguhkan pertarungan laga yang lebih rumit. Adu teknik pedang yang ditampilkan disini sangat fantastis tapi masih tetap realistis dan tidak berlebihan sehingga masih enak dinikmati. Tidak ada adegan terbang berlebihan dan bertarung di angkasa. Satu lagi yang membuat film ini keren adalah dialognya yang kuat dan berbobot. Tidak berlebihan layaknya pujangga tapi lugas.
 
Awalnya saya menebak-nebak bagaimana Sato dan kawan-kawannya mampu menyuguhkan pertarungan yang cepat dan penuh teknik. Setelah cari tahu sana-sini, ternyata film ini sama sekali tidak menggunakan CGI loh. Pure acting para pemainnya yang diperoleh dari hasil latihan koreografi selama beberapa bulan. Apalagi Ohtomo tidak begitu mengandalkan wire work dalam beberapa adegan laganya. Jadi ketika Sato loncat-loncat itu, bisa jadi memang dia loncat beneran tanpa kabel. Hebatnya lagi, Sato tidak menggunakan jasa stuntman dalam aksi guling-gulingnya. Ahh .. tambah kiyuuutt!! 

Lalu sebenarnya seberapa cepat sih gerakan koreografi adu teknik pedang yang dipertontonkan di laga ini. Apakah ini permainan kamera dan editing semata? Coba deh lihat behind the scenenya. Maka kamu bakalan tahu, bahwa koreografi adu teknik pedang yang dipertontonkan memang terdiri dari gerakan-gerakan yang cepat, gesit dan agresif.

Nah mumpung masih tayang di bioskop, nontonlah agar tidak menyesal. Meskipun subtitle Bahasa dan Englishnya agak susah dicerna, tapi nggak papa. Film ini patut ditonton. Jangan khawatir, cerita yang disuguhkan disini juga kuat, mungkin karena manga’nya yang keren duluan. Oke Sip ..



Atha Ajo
Ah .. apa kabar Takuya Kimura #eehhhh

 

     

3 komentar:

  1. wah penggemar kenshi juga

    BalasHapus
    Balasan
    1. hehe iyaaa .. ini nggak sabar nunggu yang the legend ends .. kyuuuuttt

      Hapus
  2. Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.

    BalasHapus