Translate

Jumat, 17 Oktober 2014

Jalan rusak dan peminta-minta




Apa yang bikin kalian nggak mood lagi pas jalan-jalan ke daerah lain? Kalau saya, yang bikin kesel adalah jalan rusak. Lebih parah jika ada warga yang nyodorin kotak karton minta diisi uang oleh pengendara yang lewat. Iiihh sebel .. !! Bikin capek lebih dahsyat karena ngumpat terus. Eh tapi, daerah mana sih yang jalanannya nggak rusak? Ada sih ..

Mood saya buat nonton karnaval dan teater mamanda di Tenggarong langsung terjun bebas pas melewati ruas Loa Janan-Loa Kulu-Tenggarong. Ruas yang saya lewati ini secara administrasi (kata suami saya) adalah jalan Negara, tapi wujudnya kayak jalan kampung. Jalan aspal yang semulus kulit bayi cumak beberapa ratus meter aja, selang-seling sama jalan beton dari semen. Sialnya, saya datang ke Tenggarong pada waktu dan jalur yang salah. Malam telah tiba ketika saya sampai ke ruas itu.

Saya nggak sempat ngitung berapa ratus meter atau kilometer jalan yang sedang diperbaiki di sepanjang Loa Jalan ini saking sibuk menyumpah serapah. Yang jelas, perbaikan jalan ini malah bikin kesal. Tapi saya tetep harus apresiasi dong karena pemerintah pusat dan daerah sigap untuk memperbaiki beberapa titik di ruas yang panjangnya 26 Km ini. Sayangnya jalan yang sudah diperbaiki tidak lama kemudian tetep bocel lagi karena yang war-wer di jalan ini adalah truk-truk kontainer yang biasa ngangkut backhoe. Walaaahhhh …

Saya ketemu truk pengangkut backhoe beberapa kali di ruas ini. Duileee … ngerinya!! Tau sendiri kan kalau bodi bagian bawah backhoe lebih lebar ketimbang yang nggendong. Jadi saya agak griyep griyep kalo papas’an. Secara jalannya sempit, oleng dikit, nyangkut deh mobil saya.

Menurut analisa sayaaaaaa .. (sentilun banget), beberapa titik jalan di ruas ini bakal ditinggikan. Mungkin karena banyaknya jebakan betmen yang kayak kolam ikan, jadi nutupnya kudhu tebel. Karena ruas ini merupakan jalan darat satu-satunya menuju Kota Tenggarong dari Balikpapan, iya satu-satunya, maka perbaikan dilakukan di satu lajur agar lajur lainnya bisa dilewati kendaraan secara bergiliran. Sebetulnya ada jalan alternatif yang menyingkat waktu, tapi ujung jalan ini tetep menuju pas tengah-tengah ruas Loa Janan-Loa Kulu. Sama aja dong suruh ngicipi perbaikan jalan. Ini nih yang bikin saya ngumpat dan kesel. Bikin badan yang sudah bau tambah bauk. Kok? Iya bauk badan karena keseringan ngumpat, sehingga tubuh saya yang sudah tak menyentuh air selama dua hari gegara sedang krisis air mendadak mengeluarkan toksin yang aduhai aromanya.

Mungkin sudah menjadi kebiasaan yang menular, tiap ada perbaikan jalan sudah pasti langsung dimanfaatkan oleh beberapa oknum. Saya suka sebel kalo ketemu yang beginian. Hampir di setiap daerah yang saya kunjungi, hampir loh enggak semua (eehhh kayak udah kemana-mana ajaaaa), pasti ada peminta-minta yang berdiri di tengah jalan. Kalo nggak sendirian, ya bergerombol. Biasanya tengah jalan diberi conehead atau tong. Trus kitanya disuruh pelan-pelan dengan harapan mau merogoh koceknya untuk mereka-mereka ini.

Di ruas Loa Janan menuju Kota Tenggarong-ibu kota Kabupaten Kutai Kartanegara-ini, beberapa titik jalan yang sedang diperbaiki menjadi “rayahan” beberapa orang, ya muda dan tua. Anak kecil juga. Aduuuhhh dek, kalo kesamber ban mobil saya gimana?? Enggak tanggung-tanggung, mereka yang nyodorin kotak kardus mungkin ada puluhan. Sampai-sampai ada satu titik dimana mereka berjejer menggantikan marka garis sambil ngacung-ngacungin kotak. Buseetttt!!

Kenapa sampai mereka meminta-minta? Beberapa diantara mereka “berinisiatif” mengatur arus lalu lintas yang seharusnya tugas ini diemban oleh Dishub. Apalagi beberapa titik perbaikan membutuhkan perhatian ekstra. Nah inisiatif mereka mengatur jalan ini membuat mereka merasa berhak untuk mendapat balas budi dari pengendara yang lewat. Bener atau enggak bener, tergantung darimana sudut pandang kita melihat. Duh .. kemana petugas Dishub? Jangan-jangan jam kerjanya sama dengan PNS. Eh Dishub itu PNS kan ya? Jadi untuk beberapa sukarelawan yang sudah capek-capek ngatur, tetep saya kasih balas budi meski cumak sedikit. Yang cumak nyodorin kotak, cukup saya ucapkan terima kasih.

Akhirnya ruas Loa Janan-Loa Kulu Tenggarong yang hanya 26 Kilometer itu, saya tempuh selama dua jam lebih sedikit. Bengkak jempol kaki saya, gantian nginjak pedal gas, rem dan kopling. Enggak lagi, cukup. Tapi nggak papa, sampai hotel saya bisa puas mandi dan keramas. Ahhhh air!!!


Atha Ajo

Mbangkong

Enggak keliatan .. rapopo, yang penting ada fotonya.
  

     

       

Tidak ada komentar:

Posting Komentar