Ibarat menikah kamu mau anaknya tapi enggak mau orang tuanya. Seperti itulah pengendara jaman sekarang. (nyambung nggak sih ..)
Sebetulnya
saya enggak paham tentang mesin kendaraan. Tapi saya paham tentang prosedur
perawatan mesin. Asal rajin servis berkala dan digunakan sesuai fungsinya,
kendaraan akan awet lama. Kalau minumnya bahan bakar spesial, ya saya akan
berikan yang spesial. Simpelnya seperti itu. Apalagi kalo kendaraan ini sering
buat bepergian jauh. Ogah dong kalo di beberapa bagiannya cepet aus karena
salah prosedur.
Tapi
sebetulnya ini bukan masalah prosedur saja. Tapi mental juga. Mental kere yang
cuma bisa beli mobil supermewah tapi minumnya murahan. (Bukannya ngenyek, tapi
saya jengah liat yang mewah mewah itu minumnya murahan) Udah murah, subsidi
lagi. Silahkan datang ke pom bensin, berapa banyak sih mobil-mobil keluaran
terbaru yang ngantreeee di slot pertamax. Dikit!! Malahan kadang kosong
melompong sementara antrean premium subsidi nguler sampe luar SPBU.
Setelah
saya punya motor baru (merk biasa dan nggak mihil) yang diciptakan untuk minum
pertamax, saya rajin membelikannya BBM pertamax. Selain memang rancangannya
untuk pertamax, logikanya kalo dirawat sesuai dengan peruntukannya maka usianya
akan lebih panjang dan awet. Alasan sebenarnya adalah saya gengsi beli premium
untuk motor baru yang masih kinyis-kinyis. Baru gitu loooohhh (meski gak mihil)
... sombong dikit. Kecuali kendaraan tua saya yang kalo diminumin pertamax bisa
njebluk, yaa terpaksa saya beliin premium.
Untungnya
pake pertamax, saya nggak perlu ngantree uwel-uwelan di SPBU. Masuk SPBU
langsung aja ngisi. Kibas rambut. Malesnya, saya sering mendapat tatapan sinis
dari pengantre-pengantre BBM bersubsidi. Cuek sih, cuma risih. Apalagi jika
disamping saya ada mobil mewah dan muahaaalll macam pajero atau kembarannya
yang ngisinya BBM subsidi. Ahh muke looo jauh mas. Mobilnya mahal, minumnya
subsidi. Kelaut aja sana. Emang saya suka ngenyek kalo ketemu yang beginian. Kalo
bisa beli mobil mahal, kenapa nggak mau beli pertamax?
Kata
mas dealer, standar kendaraan yang diluncurkan sekarang sudah harus memenuhi standar
Euro 4. Contohnya mobil, dimana asapnya tidak sepolutif mobil-mobil kakek dan
nenek. Intinya kendaraan-kendaraan yang ramah lingkungan. Jadi nanti tidak akan
ada lagi kendaraan yang ngeluarin asep putih yang memabukkan. Namun karena
kebanyakan masyarakat kita belum paham (baca = siap) apa itu standar Euro 4,
maka beberapa brosur kendaraan mencantumkan tagline “minum premium tidak
masalah,” (untuk mobil euro 4 nya). Demi meraih banyak pembeli.
Nggak
usah jauh-jauh bayangin pajero dan kembarannya, mobil LCGC (Low Cost Green Car)
saja diciptakan dengan standar euro 4. (Harusnya ...) Tapi katanya distribusi
bahan bakar yang memenuhi euro 4 (pertamax dan pertamax plus) belum tersebar
merata. Jadi standar ini belum bisa dipaksakan sepenuhnya. Tapi kenyataannya,
kendaraan-kendaraan euro 4 tetep aja dicekoki bahan bakar RON 88 (premium),
meski bahan bakar euro 4 tersedia dengan limpah. Mereka lebih milih ngantri RON
88 daripada ngisi pertamax yang antreannya kosong melompong.
Mengutip
Koran Jakarta Digital Edition (01 Maret 2014), New Honda Freed yang terpilih sebagai kendaraan berbahan bakar bensin
dengan kadar emisi terbersih versi Kementerian Lingkungan Hidup (KLH), kenyataannya
oleh pemilik kendaraan mobil ini tetap dicekoki oleh bahan bakar premium dengan
nilai oktan (RON) 88. Padahal mobil untuk segmen keluarga ini telah mengusung
standar Euro4, dan mesin IVTEC berkapasitas 1.500 cc yang seharusnya hanya
diisi oleh bahan bakar standar Pertamax ke atas dengan RON di atas 92.
Jadi
saya berbincang dengan Den Baguse. Jika suatu saat kami punya mobil baru,
apakah kami berani mengikuti aturan euro 4? Atau menyerah dan bebal dengan
mengkonsumsi RON 88. Kesimpulannya mau tidak mau harus ikuti aturan euro 4
karena udah berani beli mobil baru meski harganya terjangkau. Masak jilat ludah
sendiri. Getir dong ..
Salam Tempel
Atha Ajo
Tidak ada komentar:
Posting Komentar