Translate

Sabtu, 08 Februari 2014

Antara Indera Keenam dan Sulap




Saya termasuk orang yang skeptis terhadap hal-hal yang berbau metafisik. Tapi sebetulnya saya sendiri juga tidak begitu paham apa itu metafisik atau metafisika. Terlepas dari teori yang sebenarnya dari konsep metafisik, saya menilainya sebagai kekuatan batin. Namun demikian agaknya logika saya lebih dominan. Sampai suatu ketika saya bertemu dengan seorang paruh baya yang menggantungkan hidupnya menjadi 'pengamen'. 

Bukan pengamen genjrengan yang sering mengganggu acara nongkrong, tetapi pengamen sulap. Setidaknya bapak ini sudah membuat kemampuan logika saya agak sedikiiittttt goyah. Saya sering melihat acara-acara sulap di televisi. Dan baru kali ini saya mengalami bagaimana sulap itu begitu menakjubkan. Yah tau sendiri kan, banyak acara televisi yang setingan. Ini bukan sulap ala Pak Tarno yang tepuk-tepuk tangan dan keluarin bunga dari dalam topinya loh. Tapi ini adalah sulap yang membutuhkan kemampuan mumpuni.

Sudah menjadi rahasia umum jika para pesulap dibekali dengan peralatan khusus. Seperti kartu remi yang sudah dimodifikasi sehingga menimbulkan ilusi. Tapi yang membuat saya takjub pada bapak berambut gondrong ini adalah peralatan yang ala kadarnya. Aksi memasukkan koin ke dalam botol adalah hal biasa. Yang membuat saya takjub adalah permainan kartu reminya yang tidak biasa. Katanya ini adalah trik pengalihan perhatian. Apalagi bapak ini mampu mengelabui kami dengan gerakan lambat.  Kartu yang tadinya wajik merah yang saya pegang menjadi sekop hitam. Padahal setelah saya cek, kartu itu adalah kartu remi biasa. 

Hal yang tak terduga adalah ketika bapak ini melanjutkan triknya tentang tebakan angka menggunakan kartu. Kami (Saya dan suami) sesaat 'diwawancara' tentang bagaimana kami bertemu. Sebelumnya bapak ini sudah mempersiapkan empat kartu yang ditutup. Kami diminta menghitung angka-angka seperti berapa tahun kami pacaran, menikah, umur, hingga tahun pernikahan. Dan akhirnya ketemu dengan angka 4121. 

Dan jeng jeng .. keempat kartu yang sudah dipersiapkan sejak semula menunjukkan angka yang sama. "Jika angka angka ini ditambah," lanjut si bapak, "maka akan didapati angka delapan. Dan ini sangat bagus untuk pernikahan kalian karena angka delapan itu tidak terputus garisnya. Angka ini adalah angka keberuntungan kalian, nanti suatu saat kalian akan tahu artinya," katanya. Duileeee .. bapaknya.

Nah makin kesini, kok saya berasa lain ya. Bapak ini mencoba menerawang saya. Waduh. Katanya aura yang saya miliki sangat kuat dan memancar terang. Ini pula yang membuat, kata si bapak, indera keenam saya begitu kuat. Tapi, kata si bapak, saya tidak menyadarinya dan cenderung tidak memperdulikannya karena saya lebih mementingkan logika. "Coba deh dipertajam dengan yoga dan meditasi," katanya. Si bapak berujar jika saya adalah orang keempat diantara ratusan orang yang dia temui setiap hari dalam kurun waktu tiga tahun yang memiliki aura dan energi yang kuat.  "Ingat kan Mama loren .. ya itu," kata si bapak yang juga bisa bermain Tarot. Maksuudddnyaaaaaa ... !! Masak saya mbakat jadi tukang ramal.

Lalu bapak ini mencoba 'peruntungannya' untuk membuat saya 'sadar' bahwa saya memiliki apa yang dia sebut itu. Saya diminta untuk membagi kartu dalam kelompok hitam dan merah. Si bapak yakin saya bisa mengelompokkan kartu-kartu itu dengan mata batin tanpa melihat muka kartu. Nah beraksilah saya membagi kartu dalam dua kelompok secara acak. "Ikuti saja kata hati mana kartu yang merah dan mana yang hitam," katanya sambil mengajak suami saya ngobrol. Dan wolaa .. suami saya takjub ketika membuka kartu-kartu yang saya bagi secara acak itu benar-benar terkelompokkan dalam warna hitam dan putih tanpa kesalahan. Nah ini kan kartu biasa, yang mainin saya, yang ngocok kartunya suami. Kalau di TV kan saya masih mikir "ah ini pasti setingan," lah ini. Sampai tulisan ini saya buat, saya masih penasaran bagaimana kartu-kartu itu bisa terkelompok dalam merah dan hitam meski saya menaruhnya secara acak. 

Meskipun demikian, saya masih sangsi soal apa yang dikatakan si bapak tentang indera keenam saya. Okelah jika sulapan menebak angka karena itu bisa dijelaskan secara matematika. Tapi sulapan yang meminta saya mengelompokkan kartu tanpa melihat muka kartu adalah luar biasa. 

Atau .. ah jangan-jangan saya memang punya 'ITU'. 


Salam,
bersama nasgitel, telur puyuh dan bakwan

Atha Ajo   







     

  

Tidak ada komentar:

Posting Komentar